Denpasar, (Metrobali.com)

Kabinet yang terbentuk, yang didominasi oleh politik balas budi, menafikan meritokrasi, jauh dari kualifikasi Zaken Kabinet, punya risiko tinggi, akan terjadinya kesulitan membangun koordinasi dan komunikasi, akibat banyaknya tumpang tindih kepentingan, dan senjangnya persepsi dalam merespons isu-isu tertentu.

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Rabu 4 Desember 2024.

Dikatakan, karena faktor balas Budi tersebut di atas, tampak terjadinya kekacauan koordinasi dan komunikasi dalam Kabinet Merah Putih.

I Gede Sudibya memberikan beberapa contoh dari kekacauan ini. Menteri Keuangan secara tegas menyatakan, PPN 12 persen akan berlaku awal tahun 2025, sejalan dengan ketentuan harmonisasi UU Perpajakan. Sedangkan Luhut Binsar Panjaitan selaku Ketua DEN (Dewan Ekonomi Nasional) menyatakan ketentuan PPN akan ditunda pelaksanaannya.

Sementara Hasjim Djojohadikusumo, orang dekat Presiden Prabowo, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, menyatakan akan segera dibentuk kementrian yang mengurus penerimaan negara, sedangkan Juru Bicara Presiden menyatakan, belum ada pembahasan di Sidang Kabinet.

Contoh lainnya, untuk proyek PIK II, Pantai Indah Kapuk Dua yang menjadi sorotan luas publik, ada menteri yang menyatakan proyek ini, sebagai PSN tidak ada masalah, sedangkan sejumlah menteri lainnya, menyatakan proyek ini banyak masalah, yang bisa dikaji ulang keberadaannya.

“Kacaunya koordinasi dan Komunikasi ini, mempertinggi ketidakpastian usaha, mengganggu iklim bisnis dan iklim investasi,” katanya.

Padahal, lanjut I Gde Sudibya, sejumlah ekonom memperkirakan, tahun 2025 akan terjadi kemandekan ekonomi yang akan menekan pertumbuhan ekonomi.

“Kemandekan ekonomi yang diistilahkan dengan Secular Stagnation, kemungkinan bisa diatasi, melalui kebijakan stimulus pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Stimulus ini memerlukan orkestrasi kebijakan, dengan kepemimpinan kuat, yang menjamin koordinasi dan komunikasi dalam kabinet berjalan optimal,” katanya .

Menurutnya, itulah tantangan yang harus dijawab Presiden Prabowo, agar koordinasi dan komunikasi dalam Kabinet jumbo berjumlah 109 orang, menteri, wakil menteri dan lembaga setingkat menteri. (Sutiawan).