Denpasar (Metrobali.com)-

Mantan Ketua Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Banyualit, Kabupaten Buleleng, Gde Budiasa, terdakwa dalam kasus korupsi penyelewengan dana kredit sekitar Rp2,3 miliar dari lembaga keuangan yang pernah dipimpinnya, semakin terpojok.

Pada persidangan lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Selasa (25/6), Jaksa Penuntut Umum Wayan Suardi menghadirkan saksi yang membuat terdakwa Budiasa semakin terpojok.

Saksi yang dihadirkan adalah karyawan dan peminjam uang dari LPD itu. Mereka memberikan kesaksian tentang perbuatan terdakwa yang meminjam uang atas nama orang lain.

Seperti diketahui akibat perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Akibat penyalahgunaan wewenang yang dituduhkan terhadap terdakwa Budiasa menyebabkan kerugian negara sekitar Rp2,3 miliar.

Salah seorang saksi, Ketut Suladra, mengatakan, dirinya baru menyadari tidak bisa mengambil atau mencairkan uang di tempat kerjanya sejak 2011 akibat perbuatan terdakwa.

Perbuatan yang bersangkutan itu meminjam uang atas nama orang lain tanpa prosedur yang berlaku.

Hal senada dikatakan Inten Suradnyana, saksi lain yang merupaksn karyawan bagian tabungan.

Dia mengatakan bahwa terdakwa Budiasa melakukan penyimpangan karena mengajukan kredit tidak sesuai prosedur.

Sesuai ketentuan pinjaman bernilai lebih dari Rp50 juta harus ada rekomendasi dari bendesa adat atau kepala desa adat, karena LPD merupakan milik desa adat.

“Sedangkan kredit di atas Rp2 juta harus pakai jaminan, misalnya BPKB,” katanya.

Dia mengatakan dengan adanya perkara korupsi itu membuat LPD Banyualit tidak dapat beroperasi karena dananya sudah habis. INT-MB