Bangli, (Metrobali.com)

Teknik budidaya ikan sistem bioflok yang baru-baru ini dikembangkan di sejumlah wilayah di Bali, terbukti lebih efektif dan ramah terhadap lingkungan. Hal ini menarik perhatian seorang peternak ikan asal Desa Toya Bungkah, Kintamani, Nengah Yon Aryono untuk membudidayakan ikan nila, mujair dan lele di desanya dengan menggunakan sistem bioflok dan ternyata berhasil dengan baik. Atas pencapaiannya terhadap penerapan sistem bioflok, Ketua TP PKK dan Dekranasda Prov Bali Ny Putri Koster menyampaikan apresiasinya.

Hal tersebut disampaikannya saat meninjau langsung budidaya ikan dengan menggunakan system bioflok di Desa Toya Bungkah, Kintamani, Bangli, pada Minggu (2/5/2021).
Apalagi setelah mendengarkan penjelasan jika teknologi ini lebih ramah lingkungan. “Saat ini budidaya ikan mujair di Batur adalah dengan mengkapling-kapling danau. Secara tidak langsung itu sudah mencemari danau kita dengan pakan-pakan ikan,” bebernya seraya menyatakan bahwa sistem bioflok ini sangat sesuai dengan visi misi Provinsi Bali Nangun Sat Kerthi Loka Bali, terutama Danu Kerthi yaitu pelestarian air danau.

“Jika semakin banyak masyarakat terutama anak muda kita yang berkreasi seperti menerapkan sistem bioflok ini, maka tugas pemerintah baik kabupaten/kota untuk memasarkannya, bisa dengan memfasilitasi agar masuk ke pasar tradisional,” ujar Ny Putri Koster.

Apalagi saat ini para petani, peternak dan perajin sudah mendapat payung hukum diluncurkan oleh Gubernur Koster yang sangat berpihak pada masyarakat yaitu Pergub Bali nomor 99 tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali.

Pendamping orang nomor satu di Bali ini juga berharap ke depan semakin banyak anak muda yang tertarik menggunakan teknologi ini sehingga semakin banyak tercipta petani dan peternak milenial di Bali. “Jangan pikir petani atau peternak seperti dulu, untuk para orang tua, lusuh dan keuntungan yang sedikit. Dengan teknologi, petani juga adalah pekerjaan yang sangat menguntungkan,” katanya.

Sementara sebelumnya, Nengah Yon Aryono menjelaskan jika teknologi bioflok lebih menguntungkan dibandingkan sistem peternakan konvensional karena tidak perlu mengganti air sehingga tingkat survival ikan lebih tinggi. Bioflok sendiri adalah teknik untuk meningkatkan kualitas air melalui penambahan karbon ekstra ke tambak, melalui sumber karbon eksternal atau peningkatan kandungan karbon dari pakan.

Biflok memang lebih ramah terhadap lingkungan, karena minim limbah, air tidak berbau sehingga tidak mengganggu lingkungan dan dapat disinergikan dengan budidaya tanaman misalnya sayur-sayuran dan buah-buahan. “Para pelanggan kami bahkan mengatakan ikan hasil budidaya bioflok lebih gurih daripada ikan hasil budidaya konvensional,” ujar Yon Aryono.

Ia mengatakan, untuk pakan ikan sendiri difermentasi olehnya dengan menggunakan hasil pertanian sekitar serta beberapa bahan yang dipelajarinya sendiri melalui internet. Untuk pengelolaan sehari-hari, ia mengaku dibantu oleh warga sekitar. Ia berharap teknologi yang dikembangkannya semakin berkembang sehingga bisa menyediakan lapangan pekerjaan terhadap warga sekitar.

Ke depan, ia berharap lebih banyak masyarakat yang menggunakan teknologi ini, selain lebih menjanjikan ini sebagai upaya penyelamatan lingkungan. “Saya juga meminta pemerintah bisa membantu pemasaran akan produk kami,” tandasnya.

Untuk membuktikan rasa ikan nila dengan sistem bioflok, Ny Putri Koster juga berkesempatan menggoreng ikan dan dijadikan lalapan. Ia mengakui keunggulan rasa ikan nila hasil budidaya dengan sistem bioflok tersebut. Selanjutnya, ia mengajak para pedagang atau anak muda yang tertarik untuk menjual masakan berbahan dasar nila dan lele agar mencoba ikan-ikan hasil sistem baru ini.

Dalam kesempatan tersebut, Ny Putri Koster juga berkesempatan berbaur dengan petani setempat untuk memanen tomat serta menyerahkan bantuan berupa sembako kepada para petani. (RED-MB)