Teori dan Kebijakan Ekonomi yang Diintervensi oleh Proses Pembusukan Politik, Hasilnya tidak Maksimal dan Bahkan Terancam Gagal
Ilustrasi
Jakarta, (Metrobali.com)
Teori dan Kebijakan Ekonomi yang Diintervensi oleh Proses Pembusukan Politik, Hasilnya tidak Maksimal dan Bahkan Terancam Gagal.
Hal tersebut dikatakan ekonom dan pengamat ekonomi Jro Gde Sudibya, Kamis 10 April 2025 menanggapi kebijakan ekonomi perang dagang dunia yang melanda seluruh negara di dunia ini.
Dikatakan, Defisit fiskal tahun 2025 yang diperkirakan minimal Rp.600 T, akan sulit bisa tercapai akibat: Kabinet gemuk, terus merosotnya nilai rupiah yang telah mencapai angka di atas Rp.17,000 per 1 dolar AS.
Menurutnya Per teori fiskal, besarnya defisit semestinya diikuti dengan penghematan ketat anggaran, austerity program-. Tetapi ada kecenderungan, pengeluaran-pengeluaran negara semakin membengkak, yang membuat defisit fiscal semakin besar.
Dikatakan, dalam beberapa bulan terakhir, terjadi deflasi yang menggambarkan turunnya daya beli masyarakat, di tengah bayang – bayang “hantu” PHK massal.
“Semestinya iklim investasi diperbaiki untuk menarik investasi baru, mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja. Realitasnya, korupsi tetap marak, kepastian hukum investasi tetap “memble”,” kata Jro Gde Sudibya kepada metro Bali.
Menurutnya, ketimpangan pendapatan tinggi, mengusik rasa keadilan masyarakat, tax ratio tetap rendah, 9 persen dari GDP. Besarnya potensi pendapatan pajak yang belum dipungut, menurut perkiraan Bank Dunia sebesar Rp.1,500 T per tahun, diperkirakan akibat kuatnya lobi dari para oligarki dan moral hazard dalam pemungutan pajak.
Jurnalis : Nyoman Sutiawan