Denpasar (Metrobali.com)-

 Penolakan berbagai elemen umat Hindu dan masyarakat Bali terhadap penetapan Pura Besakih sebagai KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional), ditanggapi Anggota DPD RI Wayan Sudirta, yang baru saja balik dari kegiatan DPD RI di Kupang, NTT. Setelah mengamati penolakan berbagai elemen umat dan masyarakat Bali maupun PP No. 50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025 dan membandingkannya dengan Perda No. 16/2009 tentang RUTRWP khususnya menyangkut Bhisama Kesucian Pura PHDI, Sudirta memahami penolakan-penolakan tersebut. Sebab, sejak Pura Besakih dicoba dijadikan benda Cagar Budaya, benda Warisan Budaya Dunia, lalu ada upaya membangun lapangan golf di sekitar  Pura Besakih, penolakan masif dilakukan semua elemen umat Hindu di Bali.

            ”Saya ingin mengajak semua pihak, termasuk Gubernur Bali, bersatu untuk berjuang ke pusat, agar PP No.50/2011 tersebut dicabut. Kalau pemerintah pusat ngotot  tidak mau mencabut, masyarakat bisa melakukan  permohonan pembatalan ke Mahkamah Agung. Bila diberi mandat untuk itu, saya bersedia mencarikan pengacara yang siap ngayah  untuk membela kepentingan umat Hindu mempertahankan Pura Besakih tanpa dijadikan KSPN,” kata Sudirta, yang di DPD RI adalah Ketua Tim Litigasi DPD RI untuk melakukan permohonan uji materiil UU MD-3 dan UU P-3 belum lama ini mewakili DPD RI ke Mahkamah Konstitusi.

            Sudirta menegaskan, Pura Besakih memiliki nilai dan kekhususan bagi umat Hindu di Bali maupun seluruh dunia, karena merupakan Pura terbesar serta menjadi simbol bagi umat Hindu. Ia tidak heran kalau ada upaya-upaya untuk memposisikan Pura Besakih dalam pengelolaan nasional, sejak beberapa tahun lalu. Pertama, ketika Pura Besakih mau dijadikan sebagai benda Cagar Budaya menurut UU No. 5/1992 tentang Cagar Budaya, tapi gagal karena ditolak umat Hindu. Kedua, pernah diusulkan menjadi Warisan Budaya Dunia, dan ditengarai akan merelokasi warga desa adat sekitar disertai pengembangan kawasan seluas 6000 ha lebih. Ketiga, upaya membangun lapangan golf, yang juga ditolak. Sudirta bersama tokoh-tokoh Hindu yang kritis terhadap Orde Baru, seperti Ibu Gedong Bagus Oka, Nyoman S Pendit, dan lain-lain, pernah mendatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dr. Fuad Hassan, untuk mempertahankan status Pura Besakih tanpa embel-embel, entah Cagar Budaya, Warisan Budaya Dunia, atau dengan nama apapun juga.

            ”Pemerintah pusat mestinya belajar dari yang lalu-lalu dan jangan membuat umat Hindu merasa bahwa Pura Besakih yang mereka sucikan dan banggakan, selalu diincer untuk pengembangan investasi. Kalau mau mengembangkan pariwisata nasional di Bali, masih banyak lokasi lain yang bisa dipilih,” katanya.

            Kata senator yang juga duduk sebagai Anggota Sabha Walaka PHDI Pusat ini, Pura Besakih sebaiknya jangan dikutak-katik untuk pengembangan model KSPN, dan jangan diberikan ruang untuk dikelola oleh organisasi yang berada diluar Desa Adat ataupun PHDI. Biarkan dikelola oleh umat Hindu, pemerintah tinggal mendukung apa yang telah diatur dalam Perda RUTRW serta Bhisama PHDI tentang Kesucian Pura. RED-MB