Ilustrasi

 

Jakarta, (Metrobali.com)

Istilah begal belakangan ini populer pasca diucapkan Bobby Afif Nasution, Walikota Medan. Meski masih kalah dengan istilah “cawe- cawe” yang dilontarkan mertuanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kata begal (penyamun) dalam KBBI sendiri bermakna: orang yang menyamun; perampok; perampas. Maka setiap aksi merampok atau merampas sesuatu dari orang lain adalah membegal; pelakunya disebut pembegal (begal).

Pro dan Kontra Tembak Mati Begal

Pernyataan dukungan kepada polisi untuk “tembak mati begal” disampaikan Bobby saat hadiri pemaparan kasus di Polres Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, pada Kamis (6/7/2023). “Tindakan- tindakan kejahatan yang dilakukan di wilayah hukum Polres Belawan, ini akan ditindak tegas secara terukur. Dan apabila masih sering terjadi, (saya) sangat-sangat setuju kalau bisa dihukum yang setegas-tegasnya. Hari ini, (kejahatan) di wilayah Kota Medan akan ditindak di lapangan, walaupun harus ditembak mati,” kata Bobby.

Edy Rahmayadi, Gubernur Sumatera Utara langsung bereaksi atas pernyataan Bobby. Mantan Pangkostrad tersebut menawarkan cara kekerasan yang lebih lembut mengatasi begal. Mantan Ketum PSSI tersebut menawarkan penggunaan satuan polisi pamong praja ( Satpol PP) dalam mengatasi begal. Edy mengklaim hanya dengan dilengkapi “double stick”, Satpol PP dapat mengatasi begal. Edy yang kemungkinan akan berhadapan Bobby di Pilgub Sumatera Utara tahun 2024 meyakini begal dapat diatasi oleh Satpol PP yang kini mulai dilatih agar makin kurus dan mampu menggunakan double stick.

Saurlin Siagian, anggota Komnas HAM merespons dukungan Bobby ke polisi untuk menembak mati begal. Saurlin menilai tembak mati begal bukan kapasitas apalagi kewenangan Bobby. “Terkait pernyataan Wali Kota Medan, saya bisa memahami itu sebagai kekesalan yang mewakili warga Medan. Namun, dia (Bobby) tidak dalam kapasitas dan wewenang untuk implementasikan apa yang disampaikannya itu,” kata Saurlin, pada Jumat (14/7/2023).

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen. Pol. Sandi Nugroho menerangkan tindakan tegas terukur pada dasarnya diambil jika memang bertujuan melindungi masyarakat atau anggota yang sedang bertugas. “Pada prinsipnya tindakan tegas terukur itu memang diatur oleh undang-undang dalam rangka melindungi masyarakat, namun bukan berarti dilegalkan dalam setiap peristiwa,” kata Sandi, pada Sabtu (15/7/2023).

Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala menyatakan pernyataan tentang tembak di tempat itu sendiri salah dalam semua hal. Dalam Konvensi PBB ada ketentuan dalam rangka penggunaan senjata api, yakni hanya dalam kondisi keberbahayaan yang tak terelakkan. “Apabila tidak dinetralisasi, akan mengancam nyawa petugas atau orang lain. Maka harus dilumpuhkan,” kata Adrianus, pada, Minggu (23/7/2023). Adrianus menganggap penembakan di tempat tidak akan efektif karena tindak kriminal yang dilakukan begal dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja.

Mencari Akar Persoalan Begal

Sikap pro dan kontra dari berbagai pihak terhadap aksi “tembak mati begal” ide menantu Jokowi sama sekali tidak menyentuh akar persoalan. Pernyataan para pihak hanya sekedar aksi dan reaksi, tidak menyentuh substansi. Padahal aksi begal hanya salah satu hilir persoalan bangsa ini beserta sejumlah persoalan hilir lainnya. Akar persoalan sebagai hulu dari masalah besar bangsa ini adalah para begal demokrasi yang merusak tatanan sosial, politik, ekonomi, dan hukum bangsa ini. Maka tidak tepat kalau peluru hanya diarahkan kepada para begal jalanan.

Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:

Pertama, bahwa para pemimpin politik yang ingkar janji, tidak memenuhi visi, misi, dan program politik yang dijanjikan menjadi salah satu penyebab maraknya begal. Kelakuan pemimpin politik yang suka berbohong dan tidak mampu dan mau memenuhi harapan publik memancing kemarahan anak-anak muda yang kehilangan harapan.

Kedua, bahwa aksi begal sebagai ekspresi putus asa dari anak-anak muda yang kehilangan harapan akibat putus sekolah, pengangguran, kemiskinan. Para begal mengambil jalan pintas melakukan begal sebab para pemimpin politik tidak memenuhi janjinya untuk membuka lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya.

Ketiga, bahwa salah satu penyebab frustrasi sosial kelompok anak muda adalah akibat kesenjangan ekonomi. Para pelaku begal marah karena ada orang dengan mudah mendapatkan uang dan kemewahan, sementara banyak orang lain yang susah untuk sekedar makan. .

Keempat, bahwa narkoba diyakini sebagai salah satu penyebab utama orang mampu menjadi begal. Maka pengedar narkoba, baik bandar, oknum aparat yang melindungi dan terlibat dalam peredaran narkoba yang harus ditembak mati.

Kelima, bahwa kekuasaan politik yang hanya berada pada sekelompok orang, baik keluarga, maupun kelompok politik lainnya memicu dan memacu kemarahan kolektif masyarakat. Maka begal salah satu bentuk ekspresi kemarahan anak-anak muda yang tidak mampu bermimpi karena telah dibunuh oleh kekuasaan politik oligarki.

Keenam, bahwa para pelaku politik uang dalam perebutan kekuasaan politik baik pilpres, pileg, pilkada adalah begal demokrasi. Mereka membunuh harapan dan kesempatan anak-anak muda miskin yang tidak mampu masuk politik karena tidak memiliki uang. Maka tindakan tembak mati justru harus dilakukan kepada capres/ cawapres, caleg, cakada/ cawakada. Semua pelaku politik uang dalam pemilu harus ditembak mati.

Ketujuh, bahwa aksi tembak mati harus diberlakukan pada semua pejabat di semua tingkatan baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang terbukti melakukan korupsi. Begal uang negara adalah kejahatan yang membunuh harapan anak-anak muda, maka harus ditembak mati.

Kedelapan, bahwa parpol yang kadernya terlibat politik uang dalam pemilu dan kadernya terlibat praktik korupsi dalam jabatan publik harus dibubarkan. Kejahatan besar hanya dapat dilakukan oleh kekuasaan politik yang besar. Maka parpol yang membiarkan kadernya menggunakan politik uang dan korupsi harus ditembak mati (dibubarkan).

Kesembilan, bahwa semua pejabat hasil pemilu, baik presiden/ wakil presiden, gubernur/ wakil gubernur, bupati/ wakil bupati, walikota/ wakil walikota, hingga kepala daerah yang terpilih akibat kejahatan, kecurangan, dan politik uang harus ditembak mati. Sebab tidak ada pemimpin yang benar lahir dari proses yang tidak benar.

Kornas mendukung sepenuhnya semua tindakan tembak mati bagi kejahatan besar yang didapat dari kekuasaan politik. Jika bangsa ini marah pada aksi begal anak- anak muda yang merampas barang, dan nyawa korban di jalanan, maka Kornas mendorong negara menggunakan hukum yang lebih tegas berupa tembak mati terhadap para begal demokrasi, begal hukum, begal ekonomi yang merampas hak dan masa depan jutaan manusia Indonesia.

Sutrisno Pangaribuan
Presidium Kongres Rakyat Nasional
( Kornas)