Garut, (Metrobali.com)-

Upaya untuk menanggulangi dan mengantisipasi kerusakan tanah yang dapat mengganggu produktivitas serta dalam menjaga ketahanan pangan ditengah pandemi terus dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Salah satunya dengan memperkenalkan Budidaya Padi Ramah Lingkungan (BPRL) oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat (Jabar) kepada Kelompok Tani Salem Sari di Garut, Jabar.

 

Hasilnya pun cukup menggembirakan. Pada panen perdana yang berlangsung di area demplot di Desa Cibiuk Kaler, Kecamatan Cibiuk, Kabupaten Garut, Sabtu (17/07/21), menunjukan peningkatan produktivitas hingga 2,43 ton/hektare (ha). BPRL adalah sebuah konsep budidaya padi yang meminimalisir penggunaan bahan kimia, dan penerapan pola tanam jajar legowo, pengairan, pemupukan berimbang dan penggunaan bahan organik, seperti pestisida nabati, pupuk hayati, dan biodekomposer.

 

Ketua Kelompok Tani Salem Sari, Yuyun Wahyuna yang kerap disapa Abah mengatakan bahwa rata-rata panen sebelum menerapkan teknologi BPRL hanya berkisar 6 ton/ha, kini hasilnya mencapai 8,43 ton/ha. “Kalau bisa dibilang mah sangat-sangat puas dan gembira dengan hasilnya, Alhamdulillah,” ungkap Abah sumringah.

 

Demplot Varietas Unggul Baru (VUB) padi khusus dan VUB spesifik lokasi berbasis teknologi BPRL ini telah diperkenalkan sejak Maret 2021 dan diterapkan pada lahan seluas 11 ha dengan ditanami berbagai varietas unggul yakni Inpari 32, Inpari 39,  Inpari 43, Inpari 45, Inpari IR Nutri Zinc, Mantap, Cakrabuana dan Pamelen.

 

Plt Kepala BPTP Jabar, Wiratno menyampaikan bahwa Teknologi BPRL yang telah diaplikasikan oleh Poktan Salem Sari ini bisa menekan penghematan pupuk kimia sebesar 70% dan ada peningkatan hasil hampir 2,5 ton/ha.

 

“Kami memiliki teknologi dan apabila teknologi ini betul-betul diterapkan sesuai dengan aturanya, kami sama-sama bisa membuktikan dari 6 ton/ha menjadi rata-rata 8,4/ha sehingga ada peningkatan 2,5 ton/ha terjadi penghematan biaya operasional. Kalau saya hitung-hitung dengan 1 ha itu bisa menambah pendapatan petani sebesar Rp. 11 juta/ha,” jelas Wiratno.

 

Terpisah, Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan bahwa apa yang dilakukan BPTP Jawa Barat ini merupakan salah satu upaya percepatan diseminasi inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan, sehingga bisa langsung diadopsi oleh petani.

 

“BPTP adalah ujung tombak diseminasi dan transfer teknologi hasil-hasil peneliti litbang pertanian, bumikan varitas-varitas Badan Litbang di petani, juga inovasi teknologi lainnya melalui upaya transfer teknologi oleh litbang sendiri,” tegasnya.

 

Anggota Komisi IV DPR RI, Haerudin yang turut hadir dalam panen perdana ini mengapresiasi upaya Kementan tersebut. Baginya, teknologi BPRL telah menjadi bukti yang dapat dicontoh petani dalam mengatasi lahan yang sakit akibat penggunaan bahan kimia terus menerus.

 

“Balitbangtan dalam rapat kerja bersama DPR mengeluarkan pernyataan resmi rilis resmi di rapat kerja itu bahwa tanah kita udah sakit, kalau terus-terusan dipasok bahan kimia berlebihan. Maka perlu dibuat formula baru bagimana kalau tanah ini digemburkan agar PH dan unsur hara lain dikembalikan dan solusinya adalah tadi, teknologi balai itu udah tepat guna, tepat sasaran, tepat ukuran, hasilnya manakjubkan,” ungkapnya.

 

Haerudin juga berpesan kepada para petani agar tak lagi berlebihan dalam penggunaan bahan kimia. “Jangan ada pikiran kalau pupuk Urea itu harus banyak, pupuk NPK harus banyak, yang terpenting adalah tepat ukuran dan cocok dengan tanah,” tutur Haerudin. Ia menambahkan agar teknologi yang sudah berhasil diterapkan dapat terus dilanjutkan.

 

Turut hadir dalam panen perdana ini yakni Kepala BBP2TP, Kepala BB Padi, Dirjen Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kab. Garut, Camat serta Kepala Desa Cibiuk. (nrp)