Klungkung ( Metrobali.com )

Jelang hari raya nyepi tahun baru caka 1935, Di kabupaten Klungkung ribuan umat hindu memadati prempatan Agung Catus Pata. Prosesi upacara tawur agung ini dilakukan sehari menjelang hari raya Nyepi tahun Saka 1935 yang jatuh Selasa ( 12/3 – 2013 ). Upacara dilakukan pada siang hari sebelum ogoh ogoh diarak keliling desa. Sesuai keyakinan umat Hindu, upacara Tawur Agung Kesanga bertujuan membersihkan alam semesta beserta isinya dan aura negatif.

Hadir dalam upacara Tawur Agung Kesanga tersebut Bupati Klungkung I Wayan Candra, Wakil Bupati Tjokorda Gede Agung, Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Anom, beberapa anggota DPRD, Muspida, Srkda, Kadis Budpar, tampak hadir pula Tjokorda Raka bersama Putu Tika, serta masyarakat yang ada di wilayah Klungkung.

Menurut Kadis Budpar Klungkung I Ketut Wijana maksud dari dilaksanakan Tawur Agung Kesanga ini untuk ngrastitiang, mendoakan agar alam/bumi dan isi hidup serasi berdampingan sejahtra dan saling melindungi sehingga dalam kehidupan terasa aman dan damai didalam tahun saka yang baru dan tetap intropeksi diri melalui brata penyepian yg dilakukan besok.

Tawur Agung Kesanga adalah langkah awal menuju Nyepi. Umat menyucikan diri membuang semua sifat buruk didunia untuk menuju kehidupan baru yang lebih bagus dan tanpa memiliki lagi sifat sifat buruk. Tawur Agung Kesanga diprempatan agung diiringi ritual pecaruan atau pembersihan bumi yang diharapkan bahwa seluruh mahluk hidup di jagad membersihkan diri dari segala hal yang bersifat negatif. Sehabis melaksanakan Tawur Agung Kesanga di prempatan pada sore hari dimasing masing rumah warga melaksanakan upacara mebuwu buwu diiringi suara kentongan yaitu untuk mengusir buta kala agar dalam melaksanakan Brata Penyepian umat tidak mendapat godaan.

Tawur Agung menjadi akhir dari seluruh rangkaian persembahyangan dan kemudian seluruh unat hindu mermasuki catur brata penyepian, dimana setiap umat atau keluarga tenggelam dalam suasanna sepi dengan tidak melakukan berbagai aktivitas sehari hari yang biasa mereka lakukan.

Catur brata penyepian dimaknai sebagai tidak menyalakan api ( amati geni ), tidak bepergian ( amati lelangun ), tidak melakukan pekerjaan sehari hari ( amati karya ), dan tidak bersenang senang ( amati lelanguan ) selama sekurangnya 24 jam, dimulai dari matahari tenggelam hingga matahari terbit, ujar Kadis Budpar I Ketut Wijana disela sela persembahyangan. SUS-MB