Tarif PBB Naik, Warga Mengeluh
Jembrana (Metrobali.com)-
Sejumlah peserta wajib pajak mengeluhkan adanya kenaikan PBB. Selain tidak ada sosilisasi, kenaikan PBB itu dinilai sangat memberatkan. Karenanya warga sepakat menunda pembayaran sebelum ada penjelasan pasti.
Made Sukarma, salah seorang wajib pajak asal Mendoyo Dangin Tukad, Mendoyo mengatakan sebelum tahun 2007, pihaknya membayar pajak bumi dan bangunan sebesar Rp.56 ribu pertahun untuk luas bangunan 10×8 meter dengan luas tanah 56 are.
“Saya keget setelah menerima SPPT, ternyata saya harus membayar lima ratus ribu lebih. Padahal luas bangunan dan tanah tetap sama” ujarnya, Selasa (13/8).
Dikatakannya dikenaikan itu bukan saja dialami oleh dirinya, namun hampir oleh semua waib pajak. Bahkan menurutnya ada warga Yehembang sampai menanyakan langsung ke Tabanan lantaran tidak terima dengan kenaikan tarif pajak itu.
Pihaknya dan beberapa warga lainnya sempat menanyakan ke kantor desa, namun pihak desa tidak bisa memberi penjelasan pasti. Hanya berjanji akan membantu menanyakannya ke dinas pajak. “Karena belum ada penjelasan pasti, kami sepakat menunda pembayaran PBB sampai ada penjelasan resmi” ungkapnya.
Sementara itu, Kabag Humas dan protocol Pemkab Jembrana, Suherman saat dikonfirmasi terkait kenaikan PBB mengatakan Pemkab Jembrana tidak menaikan tarif pajak, tapi justru menurunkan dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan untuk tahun ini Pemkab Jembrana tidak mengenakan pajak progresif tapi menerapkan pajak statis 0,1 persen.
Ditambahkannya ketetapan tersebut kemungkinan dari KPP Pratama Tabanan yang disesuaikan dengan NJOP. MT-MB
3 Komentar
Benar kan makanya golput saja, Tidak Ada gunanya kita sebagai rakyat terus tertindas, panen gagal. Pupuk mahal PBB naik terus yang kaya Dan korupsi ketawa petani grantung diri
aduhhhhh susah sekali jadi rakyat kecil tarif pajak PBB-P2 = 0.1%, berapasih standar NJOP dari tahun 2008 s.d 2012 di kab.Jembrana ? wajarkah dengan luas bangunan 8 x 10 dan luasan tanah 56 Ha membayar Rp. 500.000,- ini harus transparansi dong sama masyarakat.
Rupiah terpuruk terhadap mata uang asing. Akibatnya investor asing memborong tanah di prime area. Harga tanah naik setiap minggu akibat ulah pengembang (Misalnya iklan Agung Podomoro). Nah kondisi ini kok membuat Pemerintah ikut2 memeras rakyat. Apakah gak bisa lebih kreatif cari uang dari investor asing supaya neraca perdagangan stablil dan nilai rupiah naik lagi.
Apakah negara mau membeli tanah yang sudah naik NJOPnya nanti kalau kita akan menjual dan tidak ada yang minat?