Tantangan Presiden Prabowo : Kendalikan Meluasnya Kasus Korupsi dan Tali Temali Penguasa-Pengusaha
Denpasar, (Metrobali.com)-
Tantangan untuk Membuat Target Pertumbuhan Ekonomi 8 persen, dari Tidak Mungkin (Impossible) menjadi Mungkin (Possible).
Menurut I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi, Presiden Prabowo menetapkan target tinggi pertumbuhan ekonomi 8% untuk periode 2024 – 2029, target pertumbuhan ekonomi “super” tinggi yang tidak pernah terjadi semenjak Indonesia Merdeka.
Dikatakan, tantangan untuk mencapai target ini, menjadi mungkin (possible), tidak sekadar mimpi, fatamorgana dan bahkan ilusi.
Menurutnya, berdasarkan rekomendasi KTT tingkat tinggi di Davos, Swedia, gerak investasi modal global akan sangat ditentukan oleh: rendahnya korupsi dan efisiensi pelayanan birokrasi.
“Tantangan besar yang dihadapi Presiden Prabowo dalam mengendalikan korupsi kekuasaan, tali temalinya dengan kolusi penguasa-pengusaha,” kata I Gde Sudibya, Senin 16 Desember 2024.
Dikatakan, “Cekaknya” dana APBN, untuk tahun 2025 diperkirakan defisit Rp.600 T, setara dengan 17 persen dana APBN, sehingga ruang fiskal investasi pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas.
“Penundaan untuk proyek yang boros, kemanfaatan ekonominya tidak jelas, seperti: IKN dan proyek infrastruktur lainnya, sudah semestinya ditunda. Sementara, proyek dengan muatan kepentingan massa rakyat, seperti yang dijanjikan Presiden Prabowo, semestinya diberikan prioritas,” katanya.
Menurutnya, perlu dilakukan reformasi struktural di sektor perpajakan, dengan target Tax Ratio yang sekarang 9 % menjadi 12 %, setara dengan tax ratio di masa Orde Baru, melalui intensifikasi pemungutan pajak bagi kelompok menengah atas, dan pembenahan radikal pada aparat pajak, bea cukai, sumber pendapatan negara non pajak lainnya dari potensi moral hazard.
Dikatakan, perlu adanya cukup keberanian dari Presiden Prabowo, untuk melakukan reshuffle kabinet pada momen yang tepat, untuk merubah posture kabinet sarat balas jasa dan kompromi politik menjadi kabinet zaken, berbasis kompetensi dan prestasi.
“Berdasarkan studi yang dilakukan oleh LPEM FEB UI, rendahnya pertumbuhan ekonomi karena rendahnya kualitas mayoritas SDM dan rendahnya nilai tambah dari produk ekspor kita,” kata I Gde Sudibya.
Menurutnya, tantangan yang harus dijawab kabinet Merah – Putih, lima tahun ke depan, menyangkut peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan nilai tambah produk yang berbasis high tech.
Menurutnya, ICOR (Incremeral Capital Out Ratio), nisbah antara jumlah modal investasi yang diperlukan untuk menghasilkan Rp.1 out put, dalam 10 tahun terakhir, lebih tinggi dibandingkan masa Orde Baru, karena: manajemen proyek yang sembrono, tingginya korupsi, dan biaya perawatan proyek yang tinggi.
“Ini merupakan tantangan besar bagi Presiden Prabowo untuk memperbaiki postur efisiensi ekonomi nasional,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi. (Sutiawan)