Ilustrasi

Denpasar, (Metrobali.com)-

Fenomena perkotaan ini akibat krisis iklim, membenarkan sinyalemen Sekjen PBB Antonio Guterres, apa yang terjadi sekarang bukan lagi penghangatan global (global warming) tetapi sudah pendidihan global (global heating).

Hal itu dikatakan I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi Bali lebih dari 30 tahun, Minggu 3 Desember 2023.

Dikatakan, peringatan keras dari Guterres, bahkan menyatakan krisis iklim yang berlangsung menuju jalan tol neraka iklim. Risikonya sudah sangat berbahaya.

“Pertemuan G20 di Nusa Dua telah melahirkan Deklarasi Bali tentang: EBT (Energi Baru Terbarukan), pembangunan zero carbon, ekonomi hijau, 16 November 2022. Sayangnya agenda ini belum ditindak lanjuti oleh pemerintah Indonesia, keburu datang “demam” Pemilu yang “hot” itu,” katanya.

Bagaimana tantangan untuk Bali? Menurutnya, awal tahun 1990, beberapa pakar lingkungan memperkirakan tahun 2050, Pantai Kuta terus ke Barat akan tenggelam, akibat naiknya permukaan laut yang disebabkan oleh pemanasan global.

“Tetapi faktanya, sebut saja pasca isu tersebut, tidak ada upaya serius untuk merumuskan strategi pembangunan berkelanjutan, dengan satu matra penting penyelamatan lingkungan,” katanya.

Dikatakan, yang justru merusak lingkungan adalah proyek besar yang merusak lingkungan.
Yang tampak menonjol dalam lima tahun terakhir, proyek mercu suar pembangunan fisik yang nyaris abai dengan lingkungan. Menyebut beberapa: PKB di Klungkung, Tower Turyapada di Buleleng, jalan tol Gilimanuk – Mengwi.

Dikatakan, berdasarkan data trend iklim di google, dalam 70 tahun terakhir, 1950 – 2020, Bali suhunya naik 1,9 derajat celsius, sudah jauh lebih tinggi dari Kesepakatan Paris (2016) target kenaikan suhu global maksimum 1,5 derajat celsius.

Menurutnya, dampaknya buat Bali nyata, tahun lalu, di minggu pertama dan ke dua bulan Oktober 2022, yang semestinya musim kemarau (sasih kapat) Bali di banyak tempat diterjang banjir bandang, merusak lingkungan dan memakan korban jiwa. Tetap, tidak ada upaya serius dalam penyelamatan lingkungan.

Dikatakan, hutan- hutan utama Bali, pemasok utama O2 dan sumber air bersih: Penulisan, Pengejaran, kawasan hutan: Gunung Agung, Gunung Batukaru, tidak dikelola dengan baik, penebangan liar terus berlangsung sebagai pangkal penyebab erosi, program reboisasi seadanya.

“Perawatan empat danau: Batur, Beratan, Buyan, Tamblingan, marginal, seadanya, tidak ada program komprehensif serius dengan target penyelamatan danau,” katanya.

Dikatakan, menjadi harapan publik, pada Pilkada serentak 27 November 2024, terpilih ekskutif dan legislatif yang lebih peduli terhadap PENYELAMATAN BALI: Alam, Manusia dan Kebudayaannya.

“Tidak melulu menyusun kebijakan yang tidak “bijaksana”, berbasis matematika politik, untuk mempertahankan dan melanggengkan kekuasaan. Tagar di media sosial pasca terbitnya keputusan MK no.90 #Kami Muak, bisa bisa berlaku di sini,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi Bali lebih dari 30 tahun. (Adi Putra)