Denpasar (Metrobali.com)-

Besok, Minggu, 20 Oktober 2024 direncanakan pelantikan Presiden ke 8 Republik Indonesia. Dalam lanskap geo politik global dengan bayang-bayang risiko Perang Dunia ke 3. Faktor penyebab pemicunya -casus belli- bisa di Timur Tengah, Ukraina, Semenanjung Korea, Selat Taiwan dan bisa juga di Laut China Selatan.

“Risiko ini, diperkirakan berdampak terhadap ekspor Indonesia, kenaikan harga energi, kenaikan harga pangan,” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi pembangunan dan kebijakan publik.

Banyak pengamat memperkirakan ekonomi relatif lesu tahun depan, karena liabilitas geo politik global, konsolidasi politik dalam negeri pasca Pilpres yang “keras”.

Dikatakan, dalam konteks ini, Tantangan Ekonomi Keuangan Presiden Prabowo, menyebut beberapa, dana APBN yang super “cekak”, diperkirakan APBN tahun depan Rp.3 600 T, setelah dikurangi pembayaran utang Rp.850 T dan dana transfer daerah.

Sementara, Dana yang dikelola pemerintah pusat sekitar Rp.1,100 T -Rp.1,200 . Untuk dana pendidikan sesuai konstitusi Rp.650 T, program makan siang bergizi jika dijalankan secara maksimal Rp.450 T.

“Diperkirakan pinjaman baru sekitar Rp.1,500 T, untuk: pembiayaan: rutin, pembangunan dan sejumlah program sesuai janji kampanye,” kata I Gde Sudibya.

Pertama, upaya untuk menaikkan tax ratio yang sekarang relatif rendah 9 persen, melalui intensifikasi penerimaan negara yang berkeadilan, dengan moral hazard yang rendah.

Kedua, pengelolaan utang yang lebih hati-hati, prudent, utang: pemerintah, BUMN. swasta, untuk tidak terus menerus terjebak pada situasi: “tutup lubang gali lubang”, untuk pembayaran utang harus mengambil utang baru.

Ketiga, cengkeraman oligarki dalam perumusan kebijakan publik harus diminimalkan, karena berakibat serius terhadap kepercayaan publik terhadap keputusan yang diambil, mengganggu iklim investasi, karena timbul persepsi: “ada anak emas dan anak tiri” dalam investasi, yang menyumbat lalu lintas modal global.

Keempat, deflasi 5 bulan berturut-turut, turun tajamnya kelas menengah, daya masyarakat menengah ke bawah yang lesu, mempersyaratkan alokasi dana pembangunan yang lebih berkeadilan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas: berkeadilan, ramah lingkungan.

Kelima, diperlukan kabinet ahli (zaken cabinet), postur organisasinya ramping-stream line organisation- dengan sistem meritokrasi yang ketat.

“Model kabinet 100 menteri, dengan personil yang kapasitas dan kapabilitasnya tidak jelas, visi kabinet yang kabur, karena didominasi politik balas budi, sangar tidak memadai,” kata I Gde Sudibya. ekonom, pengamat ekonomi pembangunan dan kebijakan publik. (Sutiawan)