Oleh: I Gde Sudibya
Pilkada serentak 9 Desember 2020 memasuki pendaftaran bakal calon, mulai 4 September 2020.
Pilkada di masa pandemi Covid-19, dengan pertumbuhan dan sebaran kasus yang begitu massif, dengan dampak  yang begitu menekan pertumbuhan ekonomi.
Kompas dalam kolom Tajuk Rencananya, 2/9, menulis: ” Apabila pada 17 Nopember hanya seorang warga di Provinsi Hubei, China, yang terdeteksi terinfeksi virus SARS-CoV, dalam tempo sembilan bulan telah menyebar di 213 negara dan menginfeksi 25.665.011 orang (worldometers.info per 1 September 2020)”.
Kasus pandemi Covid-19 sejak pertama ditemukan di Indonesia 6 bulan yang lalu terus naik, dan belum ada tanda-tanda grafiknya akan menurun. Kompas ( 2/9 ) dalam laporan utamanya tentang pandemi ini, di halaman 1 menulis: BERSIAP YANG TERBURUK, BERHARAP TERBAIK. Pandemi Covid-19 telah memicu krisis multidimensi. Namun, jangan melupakan tidak ada ekonomi tanpa orang, tidak ada pemulihan ekonomi tanpa pengendalian wabah.
Harian ini melaporkan perkembangan kasus positif selama 6 bulan, terbagi dalam 26 minggu, mulai dari 2 Maret 2020 – 23 Agustus 2020.
Ringkasan laporannya sebagai berikut. Minggu pertama awal Maret, jumlah kasus positif 5, minggu ke 7: 1.953, minggu ke 13: 4,747, minggu ke 16: 7,022 dan minggu ke 26, 23 Agustus 2020, jumlah kasus positif 14,055. Pertumbuhan kasus yang begitu cepat,  dari 5 kasus di minggu pertama bulan Maret, menjadi 14,055 di minggu ke 26, 23 Agustus 2020.
Dari data dan trendnya, kasus pandemi ini begitu nyata, trendnya menaik, puluhan klaster penularan telah terjadi: pasar, pabrik, perkantoran, sekolah, puskesmas, RS dan juga keluarga. Dalam kondisi ini, kita menyongsong ” perayaan ” Pilkada.
Ekonomi ” setali tiga uang”, ekonomi Bali telah mengalami resesi, tumbuh negatif 2 triwulan berturut-turut, triwulan ke 1: -1,14%, triwulan ke 2 – 6 %. Bahkan dalam penjelasan Presiden pada rapat virtual dengan para Gubernur seluruh Indinesia 1/9/2020, Bali mengalami pertumbuhan ekonomi terparah akibat pandemi, tumbuh negatif di triwulan ke 2 10,98% kalau dihitung secara tahunan. Di susul oleh DKI Jaya ( 8,22% ), DI.Yogyakarta ( 6,74% ). Tempo.com.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan ke 2 tumbuh negatif 5,32 %, dan menurut perkiraan Menteri Keuangan di triwulan ke 3 juga tetap mengalam tekanan, sehingga secara nasional di akhir triwulan ke 3 ( 30 September 2020 ), diperkirakan Indonesia akan  mengalami resesi. Menyusul negara-negara lainnya, seperti: Singapura, Korea Selatan, Jepang, AS, Jerman, Perancis, Italia dan banyak lagi negara-negara lainnya.
Di tengah-tengah ” pukulan telak ” pandemi, baca:  kesehatan dan bahkan risiko kematian warga, dan pukulan telak ekonomi, baca: angka pengangguran membengkak, jumlah orang miskin naik tajam, standar kehidupan ( standard of living ) mayoritas bangsa mengalami penurunan, kita menyongsong ” pesta ” demokrasi prosedural.
Transformatif di Masa Pandemi
Bentuk kepemimpinan yang mampu melakukan trobosan, perubahan, transformasi untuk persoalan yang sangat tampak di depan mata, seperti yang telah diuraikan secara singkat di atas. Bentuk dan gaya kepemimpinan yang punya sense of urgency yang tinggi, lawan dari kepemimpinan rutin, monoton, business as usual, tidak mau ambil risiko  dan maunya aman-aman saja ( play it safe ), dan selalu berlindung dalam prosedur birokrasi yang rumit, makan waktu dan juga mahal biayanya.
Saat menghadapi pandemi dan resesi ekonomi ini Bangsa Indonesia memerlukan gaya kepemimpinan yang out of the box, di luar dari kelaziman rutinitas , kaya trobosan, inovatif pada pencapaian sasaran yang terukur. Berani dan menyenangi risiko untuk keputusan matang yang diambil. Bahasa kerennya: goal directed behaviour leadership and risk lover.
Wujud kongkrit dari bentuk kepemimpinan transformatif ini di tingkat kebijakan dan implementasinya, dapat berupa:
1.Melakukan pemangkasan habis terhadap semua prosedur birokrasi, sehingga seluruh program bisa dilaksanakan dan realisasi anggaran bisa sesuai jadwal. Berani mengambil risiko hukum untuk trobosan birokrasi yang dilakukan untuk percepatan program, tetapi bersih dari prilaku korupsi. Seperti yang pernah dilakukan seorang Presiden Direktur sebuah BUMN. untuk memangkas birokrasi yang bertele-tele, menghambat kinerja dan mengorbankan pelayanan publik.

2. Melakukan penajaman prioritas sesuai dengan tuntutan urgensinya, dengan target sasaran terukur, penanggulangan pandemi dan atau pemulihan ekonomi.
Kalau faktor paling strategis dalam penanggulangan pandemi adalah test, cakupannya dan kecepatan pelaporan, maka penyediaan anggaran difokuskan pada program ini. Keseluruhan sumber daya difokuskan di sini, jika diperlukan Pemda mengambil pinjaman untuk keperluan ini ( sepanjang peraturan dan UU memungkinkan ), dan pertanggungan jawabnya transparan. Kalau faktor strategis untuk menekan turun tajamnya ekonomi adalah rendahnya daya beli masyarakat, program jaring pengaman sosial menjadi isu penting, sehingga seluruh trobosan birokrasi untuk membenahi data dan tindak lanjutnya, harus menjadi prioritas utama. Dan masih banyak lagi faktor strategis penentu, yang memerlukan perumusan cepat dan program aksi yang tidak kalah cepatnya.
3. Kepemimpinan transformatif, kepemimpinan pembawa perubahan mempersyaratkan pola kepemimpinan yang handal dan kemudian efektif serta  ketrampilan manajemen yang handal. Memahami dengan baik, kapan kepemimpinan : demokratik, partisipatif, semi otorotarian dan otorotarian harus dijalankan. Ketrampilan manajemen yang tangguh, melakukan lobi, memotivasi  membangun tim, membangun solidaritas dan komunikasi sosial cerdas dan penuh trobosan.
Tantangan untuk Bali
Kepemimpinan transformatif mempersyaratkan pemahanan dengan baik dan realisasinya adalah dalam wujud ethos kerja kehidupan masyarakatnya.
Dalam konteks tulisan ini, akan disinggung sistem nilai dan bahkan keyakinan tentang Yadnya dan sikap kehidupan Ngayah dalam melakoni dan memaknai kehidupan.
Yadnya dan Ngayah, semestinya melahirkan tuntunan etis kepemimpinan yang berciri dasar: pengabdian, kejujuran diri dan kemudian kejujuran pada publik sebagai pemegang amanah publik, sosok pemberi teladan.
Kualifikasi kepemimpinan ini dan keteladannya, akan sangat bermakna, dalam kehidupan masyarakat yang sedang dirundung pandemi Covid-19, perekonomian yang merosot tajam di tengah-tengah musim paceklik industri pariwisata.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya, ekonom, pengamat: ekonomi politik dan kebijakan publik.