Pasangan Mantra-Kerta saat deklarasi di Lapangan Renon, Denpasar/Ist

Denpasar (Metrobali.com)-

Banyak permasalahan sosial di Bali yang belum tertangani dengan baik, salah satunya adalah penderita atau pasien gangguan jiwa. Di beberapa tempat misalnya masih ditemukan adanya pemasungan. Di tempat lain masih ada orang yang mengalami gangguan jiwa malah terlantar dan tidak terurus.

Permasalah tersebut juga mendapat perhatian pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor urut 2, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta). Sebab masalah sosial penderita gangguan jiwa ini terkait dengan pembangunan Bali secara menyeluruh dan kesejahteraan lahir batin masyarakat.

Menurut Rai Mantra, banyak hal penting berkait penyeimbangan lahir-batin dalam pembangunan yang dianggap sepele, semisal  pembangunan sarana dan prasarana terpadu bagi warga yang mengalami gangguan kejiwaan (scizophrenia).

“Program dan sarana kesehatan mental dan spiritual di Bali sebenarnya sudah ada tetapi belum begitu fokus. Kalau di Kota Denpasar, untuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau orang dengan scizophrenia (ODS) sudah ada Rumah Berdaya di Jl.Hayam Wuruk, Denpasar, yang sudah berjalan bagus. Hal ini perlu diduplikasi di semua kabupaten di Bali agar ODGJ bisa pulih dan berdaya seperti sedia kala,” kata Rai Mantra saat ditemui di sela-sela persiapan merayakan Hari Suci Pagerwesi di kediamannya, Rabu (21/3/2018).

Bagi Rai Mantra, pembangunan yang benar adalah pembangunan yang menyelaraskan antara pemenuhan kesejahteraan lahiriah dan kesehatan batiniah. Dalam pembangunan, kita tidak bisa hanya menggenjot capaian fisik dengan mendirikan bangunan yang hebat-hebat tetapi melupakan pembangunan batiniah masyarakat secara menyeluruh.

Sementara pembangunan masyarakat dalam konteks penanganan gangguan kejiwaan, menurut Rai Mantra,  ada empat hal penting yang harus diperhatikan. Pertama, si pasien yang harus ditangani. Kedua, sarana dan prasarana untuk penangan tersebut. Ketiga, keluarga pasien yang turut menderita karena kondisi si pasien yang juga harus diberi perhatian atau diringankan bebannya. Keempat, ruang ekspresi bagi pasien yang sudah pulih kondisinya agar tidak mengalami stigma buruk di masyarakat.

“Nah, Rumah Berdaya dengan tata kelola yang matang dimaksudkan untuk hal tersebut,” imbuh Rai Mantra sembari menjelaskan bahwa melalui program Rumah Berdaya  ODS  dijemput dan diantar dengan mobil khusus untuk berobat dan berekspresi, secara gratis.

Lebih lanjut Rai Mantra mengatakan bahwa di Rumah Berdaya ODS mendapat pelatihan ketrampilan secara gratis. Jika ada warga Denpasar yang di rumahnya memiliki ODS, begitu melapor kepada kepala lingkungan, laporan itu diteruskan ke petugas terkait, laporan tersebut pasti segera ditindaklanjuti.

Fakta selama ini, sudah banyak ODS yang sembuh. Sebagian dari mereka sudah bekerja sebagai tukang cuci motor, membuat banten, priduksi dupa dan sebagainya. Bahkan salah seorang sopir mobil khusus Rumah Berdaya adalah mantan ODS. “Program ini sudah berjalan. Kami minta supaya ODS jangan dipasung atau dibuarkan berkeliaran. Mereka harus diberdayakan,” ujarnya.

Pada sisi lain Rai Mantra mengatakan bahwa penanganan ODS menjadi bagian dari pengukuran indeks pembangunan manusia (IPM). Pemerintah berkewajiban untuk membangun demografi secara lebih produktif.

Pewarta : Widana Daud

Editor  : Nyoman Sutiawan