Mangupura (Metrobali.com)-

Pemkab Badung, Bali, telah selesai menata sarana Warisan Budaya Dunia (WBD) Pura Taman Ayun agar tampil molek ketika menerima kunjungan delegasi peserta Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (KTT APEC).

Ruang parkir berkapasitas 40 kendaraan disiapkan di sebelah barat, serta pengamanan secara khusus diselenggaraan pula demi kenyamanan para tamu dari negara-negara sahabat yang dijadwalkan berkunjung pada Rabu (2/10).

Pengamanan di objek wisata andalan Kabupaten Badung itu melibatkan petugas keamanan desa adat (pecalang), TNI dan Polri, tutur Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung I Wayan Weda Dharmaja.

Demikian pula jalur lalu lintas dari lokasi KTT APEC di Nusa Dua hingga Taman Ayun di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, yang berjarak sekitar 60 km sudah ditata sedemikian rupa, termasuk pertamanan di kiri-kanan jalan.

Jalur yang selama ini cukup padat lalu lintas saat kunjungan delegasi KTT APAC diharapkan dapat lancar karena akan diatur secara khusus. Warga masyarakat diharapkan aktif berperan serta dalam menyukseskan kunjungan para delegasi KTT APEC.

Pemerintah Kabupaten Badung, Bali sebelumnya menata untuk mempercantik kawasan Taman Ayun, Mengwi yang telah ditetapkan UNESCO WBD.

Kawasan suci pada areal seluas empat hektare itu dikelilingi kolam besar, dengan pertamanan tertata apik, warisan Kerajaan Mengwi yang kini masuk wilayah Kabupaten Badung, mengalami masa kejayaan pada abad XVII.

Kolam besar itu dihuni berbagai jenis ikan, pinggirannya tertata apik, ditanami aneka jenis bunga-bungaan seperti teratai, kamboja, cempaka dan kenanga, bahkan belakangan kembali ditata oleh Pemkab Badung.

Penataannya dilakukan secara menyeluruh, termasuk halaman yang cukup luas peruntukannya sebagai tempat parkir maupun menampung para pedagang cindera mata.

Pemerintah Kabupaten Badung, Bali melakukan penataan untuk mempercantik kawasan Taman Ayun, Mengwi dengan dana APBD 2013 sebesar Rp8,4 miliar.

Bupati Anak Agung Gede Agung yang juga penglingsir (pewaris kerajaan Mengwi) pada awal pelaksanaan proyek penataan tersebut menemui para pedagang di sekitar kawasan tempat suci sekaligus objek wisata itu sebab mereka sementara harus dipindahkan sehubungan pembangunan fisik tersebut.

Selama proses pengerjaan penataan kawasan Taman Ayun, para pedagang cendera mata untuk sementara dipindahkan ke selatan dari lokasi pedagang sekarang.

Tempat jualan Pemkab Badung juga menyediakan dana sebesar Rp2 miliar untuk membangun tempat para pedagang serta jalan dengan tetap menekankan kelestarian lingkungan. Penataan kawasan Pura Taman Ayun secara menyeluruh itu bertujuan untuk menjadikannya sebagai salah satu WDB yang tetap bersih, asri, aman serta tidak “leteh” secara skala maupun niskala.

Selain itu, diharapkan tidak terulang kembali tanah longsor seperti yang pernah terjadi tahun 2012 yang mengakibatkan seorang korban jiwa.

“Ini merupakan program dari Pemkab Badung sekaligus dari Puri Ageng Mengwi sehingga areal pura Taman Ayun menjadi bersih, aman dan nyaman,” ujar Gde Agung.

Upaya mempercantik kawasan itu juga dilaksanakan dengan membangun dua pintu gerbang (gelung kori) di sebelah barat tepatnya di catus pata Mengwi dan di timur Desa Gulingan serta pembangunan Candi Bentar di jalan menuju Pura Taman Sari dan di Banjar Pande yang kini sudah hampir rampung seluruhnya.

Kerajaan Mengwi yang mewarisi Pura Taman Ayun pada masa kejayaannya abad XVII pernah menguasai hampir seluruh daratan Pulau Bali, bahkan sampai Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur.

Namun, kejayaan dinasti Mengwi itu sirna, tatkala Raja Mengwi kesepuluh, I Gusti Made Agung, kalah dan gugur ketika berhadapan dengan raja Badung tahun 1890 masehi.

Meskipun Kerajaan Mengwi jatuh ke kekuasaan Raja Badung (Pamecutan kini di wilayah Kota Denpasar), hingga akhirnya Indonesia merdeka, namun sisa-sisa kejayaan itu masih kokoh dan tegar hingga sekarang.

Salah satu saksi bisu kejayaan Kerajaan Mengwi yang kini berubah nama menjadi Puri Agung Mengwi, 18 km barat laut Denpasar adalah Pura Taman Ayun, yang dulunya adalah tempat suci khusus anggota keluarga besar kerajaan Mengwi.

Sejarah asal-usul Pura Taman Ayun erat kaitan dengan berdirinya kerajaan Mengwi pada tahun 1627. Pura besar itu dibangun waktu pemerintahan Raja Mengwi yang pertama, I Gusti Agung Ngurah Made Agung yang kemudian bergelar Ida Tjokorda Sakti Blambangan.

Pura “Paibon” atau Pedarman dari keluarga raja Mengwi untuk memuja roh leluhur, tetap kokoh hingga sekarang, meskipun beberapa kali pernah mengalami perbaikan, dan kini disungsung oleh 37 desa adat (Pekraman) se-Kecamatan Mengwi.

Kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung bersama dua kawasan lainnya di Bali masing-masing Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan kawasan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar yang merupakan satu kesatuan telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) ditetapkan sebagai WBD.

Penetapan itu merupakan bentuk representasi apresiasi masyarakat dunia atas nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali yang telah mengimplementasikan Tri Hita Karana, hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan baik, salah satunya tercermin pada situs Pura Taman Ayun.

Pura Taman Ayun yang juga menjadi salah satu objek wisata menarik karena setiap harinya ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri itu, selain kawasannya tertata rapi tetap menjaga keaslianya seperti zaman kerajaan dulu.

Warisan kejayaan zaman kerajaan Mengwi itu hingga sekarang masih lestari dan kokoh antara lain berupa puluhan tempat suci dan meru (bangunan suci) bertingkat tiga, lima, tujuh, sembilan dan sebelas, disamping bangunan kuna dengan ukiran dan arsitektur tradisional Bali.

Sedikitnya ada 50 buah pelinggih dan bangunan suci di kawasan suci Pura Taman Ayun, yang hingga sekarang kondisinya tergolong baik. AN-MB/Ketut Sutika