Jakarta (Metrobali.com)-

 

Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat menolak bentuk sumbangan atau dana Punia dalam bentuk bantuan apapun yang diberikan oleh calon legislatif/eksekutif pengikut Sampradaya, khususnya yang maju dalam peta kontestasi politik dengan modus Yadnya demi pembangunan pura, merajan/sanggah khususnya di Pulau Bali yang diketahui memiliki umat Hindu terbesar di Indonesia.

Penolakan itu disampaikan oleh Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat, Marsekal TNI (Purn) Ida Bagus Putu Dunia, dalam keterangan resminya Jumat 14 Juli 2023.

Menurutnya, PHDI Pusat turut serta menjaga, melindungi dan melestarikan warisan leluhur yang adiluhung, agar terhindar dari intervensi serta konversi keyakinan yang dilakukan oleh Sampradaya yang sangat membahayakan, di tahun politik seperti saat ini.

Meski demikian, PHDI meminta agar para umat Hindu di Indonesia dan khususnya di Bali dapat mendukung kepada calon legislatif/eksekutif yang sesuai.

“Sepanjang mereka adalah calon – calon yang secara nyata dan meyakinkan turut berjuang/mempertahankan dresta Bali/dresta Nusantara, kita dukung,” tandasnya.

Namun PHDI menolak dengan tegas segala bentuk pemberian dana/sumbangan/dana Punia dan lain – lain, dalam peruntukan seperti pelaksanaan Yadnya atau renovasi atau pembangunan pura/merajan atau sanggah dari para calon yang nyata dan jelas adalah penganut, simpatisan atau pendukung sampradaya.

“Itu yang sedang kita tolak keberadaannya dalam Hindu Dharma Indonesia seperti Hare Krishna, Sai Baba dan sejenisnya,” tandasnya.

Diterangkannya, bahwa sejumlah Pengurus PHDI Pemurnian telah menerima laporan dari beberapa umat di Bali khususnya, dimana para tim sukses beberapa calon yang nyata – nyata adalah penganut, simpatisan atau pendukung sampradaya telah masuk dan menawarkan kepada pengempon pura/merajan/sanggah dan lain – lain ataupun desa adat dengan memberikan bantuan/Punia untuk pelaksanaan Yadnya/renovasi atau pembangunan pura/merajan atau sanggah.

Menurutnya, sebagai orang Hindu khususnya di Bali, mewarisi kemandirian yang sangat agung dari para leluhur, dimana mereka dalam membuat Pura/Merajan/Sanggah dan Yadnya lainnya selalu Lascarya dan tidak pernah mengharapkan bantuan.

Oleh karena itu, dalam melaksanakan Yadnya, umat diminta untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kemampuan masing – masing dengan memilih tingkatan Yadnya.

“Inilah yang menjadi tuntunan /Bhisama dari para sulinggih kita yaitu Nista, Madya dan Utama,” pungkasnya.