Foto: Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.

Jakarta (Metrobali.com)-

Di tengah hingar-bingar panggung politik, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, seorang tokoh senior dan negarawan dengan pemikiran yang mendalam, mengingatkan kita bahwa politik seharusnya tidak hanya berkutat pada urusan elektoral semata. Bagi Surya Paloh, partai politik perlu memiliki jiwa yang lebih luas, yang mampu merangkul seni dan budaya sebagai bagian dari perjuangan mereka.

“Politik bukan sekadar soal suara dan kekuasaan,” ujar Surya Paloh dengan tegas setelah membuka Pameran Seni Indonesia Borderless di NasDem Tower, Senin, 12 Agustus 2024. “Partai politik harus bisa berbicara tentang seni, tentang budaya. Itu yang saya inginkan, yang saya cita-citakan.”

Kata-katanya mengalir dengan penuh keprihatinan, seolah menyoroti kelelahan masyarakat yang setiap hari disuguhi tontonan yang sama: penangkapan demi penangkapan. Pejabat, calon kepala daerah, hingga menteri terseret ke balik jeruji besi, seakan-akan itulah yang menjadi pemandangan utama di negeri ini.

“Kita sudah lelah,” tutur Surya Paloh dengan nada getir. “Setiap hari, yang kita lihat hanya si A ditangkap, si B masuk penjara. Apakah kita bangga dengan itu? Bangsa apa kita ini, jika hanya itu yang kita konsumsi?”

Di tengah hiruk-pikuk pemberantasan korupsi, Surya mengingatkan kita bahwa kebanggaan yang berlebihan terhadap tindakan tersebut dapat mengikis rasa empati. “Apakah kita masih memiliki sensitivitas, perasaan empati? Apakah kita masih bisa merasakan kasihan, atau semuanya dianggap jahat tanpa peduli benar atau salah?” tanyanya, memancing perenungan.

Saat berbicara tentang Pilkada Serentak 2024 yang kian mendekat, Surya Paloh menegaskan bahwa keadilan harus menjadi landasan utama dalam kompetisi demokrasi. Baginya, keadilan dalam berkompetisi adalah esensi dari demokrasi itu sendiri.

“Mari kita perjuangkan fairness dalam kompetisi ini,” ujar Surya Paloh dengan keyakinan. “Untuk apa kita menggelar kompetisi jika tidak adil?”

Dengan bijak, Surya Paloh mengumpamakan kontestasi pemilu seperti berburu. “Berburu itu di hutan, bukan di kebun binatang,” katanya, mengingatkan bahwa kompetisi sejati harus terjadi dalam arena yang benar, bukan di tempat yang penuh dengan kemudahan atau kepastian menang.

Pesan Surya Paloh ini bukan hanya sekadar seruan politik, tetapi juga sebuah ajakan untuk merenungkan kembali makna dari perjuangan politik yang sejati, yang tidak hanya berfokus pada kekuasaan, tetapi juga pada keindahan, budaya, dan keadilan. (wid)