demo buruh 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Hasil penelitian yang dilakukan Indonesia Indicator (I2), sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis menyebutkan kaum buruh di Indonesia masih terus berjuang untuk mendapatkan kualitas hidup yang layak.

“Sepanjang setahun dari April 2014 hingga April 2015 jumlah pemberitaan mengenai buruh sebanyak 32.626 berita di 310 media online nasional dan lokal,” ujar Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang saat memaparkan hasil penelitian bertajuk “Buruh: Tuntutan tanpa Henti”, di Jakarta, Jumat (1/5).

Menggunakan software Artificial Intelligence (AI), data berasal dari pemberitaan 343 media online dan langsung dianalisis secara real time oleh mesin Intelligence Media Management (IMM) yang berbasis Artificial Intelligence.

Kenaikan harga BBM menjadi pemicu awal gerakan buruh di Indonesia sepanjang tahun 2014-2015. Isu ini menjadi isu terbesar kalangan buruh sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi.

Dari 12.042 pemberitaan mengenai isu terbesar buruh, dampak kenaikan harga BBM menempati porsi sebesar 28 persen di media. Sebanyak 22 persen pemberitaan isu buruh berkisar mengenai tuntutan kebutuhan hidup layak. Pemberitaan soal demo buruh mencapai 19 persen dari seluruh isu terbesar buruh di Indonesia.

“Isu BBM, kesejahteraan, demo, dan PHK pada dasarnya bermuara pada suatu kepentingan, yakni kualitas hidup layak,” ungkap Rustika.

Menurut dia, parameter hidup layak yang dimaksud – seperti dikutip media – meliputi standar upah yang layak, jaminan sosial ketenagakerjaan, keamanan status ketenagakerjaan (tidak melalui pola outsourcing), serta pesangon.

Ia mengatakan, di era Pemerintahan Jokowi-JK terjadi peningkatan pemberitaan tentang masalah buruh. Dalam sebulan, pemberitaan media tentang masalah buruh mencapai 3.129 berita. Hal ini mengindikasikan adanya masalah terkait dengan buruh belum usai.

“Makin banyak harapan sekaligus tuntutan kepada pemerintahan baru,” paparnya.

Indonesia Indicator mencatat dalam setahun terakhir media mengekspose sebanyak 5.356 berita tentang tuntutan para buruh. Sebanyak 56 persen diantaranya adalah soal kenaikan upah. Tuntutan yang diajukan buruh terkait erat dengan upaya meningkatkan kesejahteraan, dalam hal ini upah minimum, tutur Rustika.

Selain itu, sebanyak 25 persen terkait BPJS. Dalam tuntutan tersebut buruh membutuhkan jaminan dan kepastian akan nasibnya dalam jangka panjang. Tuntutan berikutnya, yakni sebanyak 14 persen lebih terkait pada pola outsourcing, yang dinilai merugikan dari segi upah serta tiadanya kepastian status buruh dalam jangka panjang.

Beragam tuntutan tersebut dilakukan dengan cara demo. Cara ini merupakan salah satu sarana praktis untuk mendapat perhatian media. Kaum buruh menempuh beragam cara saat menggelar demo. Dari 3.220 berita tentang demo buruh, sebanyak 36 persen kaum buruh berdemo dengan mendatangi institusi seperti Kemenaker, DPR, DPRD dan perusahaan.

“Sebanyak 32 persen memilih mogok kerja. Mogok dianggap cara yang efektif bagi buruh untuk menekan perusahaan dan pemerintah,” kata Rustika.

Sebanyak 19 persen berdemo dengan turun ke jalan. Sisanya, melakukan blokir, geruduk, aksi teatrikal, menduduki, serta membakar ban.

Meski demikian, demo yang dilakukan buruh gaungnya tidak sekeras demo yang dilakukan mahasiswa. Demo mahasiswa dalam setahun mencapai 8.432 berita, lebih dari dua kali lipat dibandingkan demo buruh sebanyak 3.220 berita.

Namun demikian, demo buruh tersebut cukup terorganisir dan intensif dilakukan oleh kaum buruh di berbagai lokasi. Dari 20 kota dan kabupaten di Indonesia yang terpantau, kata Rustika, demo buruh mayoritas terjadi di wilayah industri atau pabrik. Demo buruh paling banyak diberitakan di Bekasi,Tangerang, Batam, Surabaya, serta Medan.

Sementara itu, kelompok buruh yang paling banyak diekspose media adalah kelompok buruh migran. Sebanyak 48 persen mengangkat soal buruh migran. Hal itu, kata Rustika, terjadi karena buruh migran masih dililit banyak permasalahan serius seperti persoalan legalitas dokumen, objek kekerasan, gaji yang tidak dibayar, serta hukuman mati.

Kelompok buruh tani menjadi kelompok buruh kedua yang banyak mendapatkan porsi pemberitaan sebanyak 27 persen. Kelompok ini bergerak di sektor informal yang selama ini tidak memiliki standar pengupahan yang jelas serta jaminan sosial. Sementara, ketersediaan tenaga buruh tani semakin langka, upah harian tidak layak, daya beli makin menurun, tidak ada jaminan sosial dan dana pensiun dan adanya PHK secara sepihak. Ekspose tentang buruh pabrik di media hanya 17 persen.

Buruh pabrik juga masih memiliki berbagai masalah seperti UMP/ UMK yang sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), jaminan sosial, dana pensiun, PHK secara sepihak. Sisanya mengenai buruh perempuan, buruh perkebunan dan buruh anak. AN-MB