INDONESIA-ASIA-AFRICA-CONFERENCE

Jakarta (Metrobali.com)-

Konferensi Asia Afrika ke-60 yang berlangsung selama enam hari telah memasuki masa akhirnya.

Pada 1955, awal diselenggarakannya pertemuan negara-negara Timur ini, sebanyak 29 negara yang mewakili lebih dari setengah total penduduk dunia saat itu mengirimkan wakilnya.

Namun kini, program “tatap-muka” para petinggi bangsa itu dipandang semakin menarik oleh negara-negara kawasan Asia maupun Afrika, karena sebanyak 32 kepala negara dan kepala pemerintahan serta 86 utusan negara kemudian hadir dan membawa pesan damai di Indonesia.

Konferensi yang digelar di dua tempat, yakni Jakarta dan Bandung pada 19 hingga 24 April 2015, sontak menjadi ajang diplomasi terkait berbagai peluang kerja sama yang akan berlangsung maupun ekspansi hubungan bilateral dan regional yang sebelumnya telah terjalin.

Tidak mau kehilangan kesempatan, Presiden Joko Widodo kemudian juga memanfaatkan momen ini untuk mengangkat bidang maritim, yang menjadi sektor “primadona” ketika masa kampanyenya berlangsung pada tahun lalu.

“Kita sadar pentingnya sektor maritim yang strategis, Samudera Hindia dalam pembangunan Asia dan Afrika,” kata Presiden saat menutup Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika di Jakarta, Kamis.

Ia juga mengatakan kerja sama di bidang maritim bisa menjembatani kerja sama Asia dan Afrika.

“Kerja sama maritim sebagai pilar utama kemitraan baru Asia Afrika. Saya akan bekerja dengan anda semua untuk memastikan kemitraan strategis terwujud,” kata Presiden.

Sektor maritim menuju PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat ini membahas program Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca 2015 yang terdiri atas 17 tujuan atau goal yang dijadwalkan akan diaklamasikan oleh para Pemimpin dunia.

Hal ini juga menjadi komitmen Presiden Joko Widodo, yang akan turut serta hadir pada Sidang Umum PBB mendatang.

Pada acara pendukung dalam rangkaian peringatan ke 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Jakarta, Selasa (21/4), Indonesia menggelar pertemuan dengan negara-negara Small Island Developing States (SIDS), anggota Indian Ocean Rim Association (IORA), Negara-Negara Kepulauan, dan negara yang memiliki laut (Archipelagic and Oceanic Countries) untuk memobilisasi dukungan.

Dalam kesempatan itu, negara-negara kepulauan memperjuangkan agar sektor maritim terkait laut, kelautan dan sumber daya kelautan (Goal 14) dari dokumen Sasaran Pembangunan Berkelanjutan Pasca-2015 (SDG Post-2015) disetujui negara-negara anggota PBB pada Sidang Umum PBB, September 2015 mendatang di New York, sehingga menjadi prioritas dunia.

Pada kesempatan tersebut Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo menjelaskan kegiatan itu dilakukan untuk memobilisasi dukungan.

“Kami mengundang negara-negara pulau dan negara-negara Samudera Hindia untuk bergabung membuat pernyataan yang akan dikirim ke New York, sehingga pada Sidang Umum PBB nanti SDG diadopsi anggota PBB dan sektor kemaritiman ini masuk. Goal Nomor 14 dari SDG 2015 ini harus dimanfaatkan secara berkelanjutan,” jelas Indroyono Soesilo, di Jakarta Convention Center.

Indroyono mengatakan pertemuan itu diharapkan menghasilkan kesepakatan yang akan dibawa ke Markas PBB New York untuk memperkuat perundingan dokumen SDG pasca-2015.

“Dari sini, hasilnya akan dibawa ke New York. Ini bisa memperkuat negosiasi teks yang sedang dilakukan sampai bulan September,” ujar Indroyono.

Menurut dia, apabila Goal 14 disepakati,maka Indonesia dan negara kepulauan lainnya bisa menjalankan program dan mempertahankan keberlangsungan hidup dari sektor kelautan bahkan menjalin kerja sama.

“Kalau ini diadopsi, visi Bapak Presiden membawa maritim sebagai poros dunia akan tercapai. Dan kalau masuk program PBB, seluruh program dialihkan, anggaran juga masuk ke sana,” kata Indropriyono.

Peluang infrastruktur kelautan Setelah sektor maritim diperjuangkan di tingkat kawasan, maka kini Presiden Jokowi kembali meningkatkan peluang untuk membuat Indonesia menjadi poros maritim.

Pada Rabu (22/4), Indonesia dan Tiongkok sepakat merumuskan proyek- proyek besar yang menjadi prioritas dan Rencana Aksi Kemitraan Strategis Komprehensif antarkedua negara.

Kesepakatan yang dibuat di sela-sela Pertemuan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 menyatakan bahwa Presiden Tiongkok Xi Jinping berjanji untuk memperluas investasi di Indonesia.

Hal ini menjadi peluang besar, karena Tiongkok merupakan mitra dagang terbesar Indonesia dengan nilai perdagangan mencapai 48,23 miliar dolar AS pada 2014.

Selain itu, negara itu juga merupakan investor asing terbesar ke-8 di Indonesia dengan nilai investasi mencapai 800 juta dolar AS dalam 501 proyek.

Terkait dengan kegiatan investasi, Presiden Jokowi mengundang Tiongkok untuk berpartisipasi dalam pembangunan infrastruktur maritim Indonesia, khususnya untuk pelabuhan laut dalam, sehingga potensi pengadaan infrastruktur dapat menjadi lebih mudah.

Berantas pencurian ikan Kasus ini berawal dari pencurian ikan atau “illegal fishing” yang terjadi pada 16 Februari 2015, ketika Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menangkap dua kapal tidak berizin resmi yang berasal Thailand di perairan teritorial Laut Natuna, Kepulauan Riau.

Kejadian tersebut menggagas Presiden Jokowi untuk mengadakan pertemuan bilateralnya dengan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan O Cha di Jakarta Convention Center, Kamis.

Dari pertemuan itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan Thailand telah mengungkapkan komitmen mereka untuk menyelesaikan persoalan pencurian ikan yang dilakukan kapal-kapal ilegal dari negara tersebut di Indonesia.

“Mereka mengatakan akan menyelesaikan persoalan-persoalan ‘illegal fishing’ dan menghukum perusahaan-perusahaa mereka yang tidak benar,” kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mendampingi Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral tersebut, di Jakarta Convention Center, Kamis.

Selain Menteri Kelautan dan Perikanan, Menko Perekonomian Sofyan Djalil dan Menko Maritim Indroyono Soesilo juga hadir untuk menegaskan komitmen Thailand itu.

Selain itu, pembahasan tersebut kemudian juga menyatakan bahwa Thailand akan memperketat pemantauan dan memasang 7.000 sistem perangkat pelacak di kapal mereka sehingga bisa memantau pergerakan kapal. AN-MB