Denpasar (Metrobali.com)-

Empat tahun kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster dalam bidang pendidikan dinilai salah langkah. Ia telah merubuhkan monumen pendidikan Bali, yaitu SMA Bali Mandara yang diperuntukan bagi anak-anak miskin.

“Kebijakan pendidikan Gubernur Koster tidak pro wong cilik karena telah merubuhkan momumen besar pendidikan Bali, yaitu sistem persekolahan berasrama SMA Bali Mandara sarat prestasi yang khusus diperuntukan bagi anak-anak miskin,” kritik Tokoh Muda Bali Dr. Gede Suardana pada catatan kritis empat tahun kepemimpinan Gubernur Bali Wayan Koster-Cok Ace.

Suardana mengatakan bahwa Koster telah melakukan langkah keliru karena mengubah sistem pendidikan berasrama SMA Bali Mandara menjadi sistem reguler.

Terlebih lagi, penghapusan sistem itu dilakukan saat sekolah ini menghasilkan prestasi akademik dan non akademik yang luar biasa.

Menurut catatan, lulusan SMA Bali Mandara berprestasi sangat baik. Lulusan siswa angkata 2011-2018, sebanyak 96 persen melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi (luar negeri, PTN/PTS/Ikatan dinas).

Prestasi akademik dan non-akademik siswa SMAN Bali Mandara 2011-2021 sangat mengesankam. Siswa yang berprestasi di tingkat internasional 2,1%, berprestasi nasional 14,5%, regional 6,3%, provinsi 66,2% dari sebanyak 1.289 prestasi.

“SMA Bali Mandara juga telah berhasil melakukan perubahan nasib karena terjadi mobilisasi strata sosial secara vertikal dari miskin menjadi sejahtera,” kata Suardana yang juga Waketum DPP Persadha Nusantara ini.

Suardana menyayangkan ketimbang melanjutkan SMA Bali Mandara, Koster lebih suka melakukan pembangunan infrastruktur lainnya seperti pusat kebudayaan Bali (PKB), penataan area parkir Pura Besakih, shortcut, menara yang seluruhnya hampir menelan biaya Rp 12 triliun.

“Dana triliun rupiah begitu mudahnya ia merogoh dari kantong APBD. Sementara, sekolah SMA Bali Mandara yang dalam satu dasa warsa berhasil mengangkat derajat intelektual dan kesejahteraan anak-anak miskin di Bali yang memerlukan dana hanya Rp 4 miliar per tahun mengaku tidak memiliki anggaran di APBD. Miris. Tak sesuai nalar dan logika,” urai Suardana.

Melanggar Janji Politik

Memenuhi janji politik adalah keharusan bagi seorang kepala daerah yang telah dipilih rakyat. Namun sebaliknya, Gubernur Koster melanggar janji politik untuk mempertahankan sistem pendidikan SMA Bali Mandara yang dikhususkan untuk siswa miskin. Ia ubah menjadi sistem reguler.

Setelah sistem sekolah dari berasrama menjadi reguler, terbukti bahwa kebijakannya keliru. Jumlah siswa yang diterima di sekolah reguler SMA Bali Mandara sangat jauh dari target yang dicanangkan yaitu 82 dari 180 kuota siswa.

Dalam satu sisi, Suardana mengapresiasi gubernur membangun sekolah SMA/SMK. Namun hal itu menunjukkan bahwa kebijakan di bidang pendidikan Gubernur Koster beroroentasi fisik daripada peningkatan sumber daya siswa dan prestasi.

“Alumni dan siswa SMA Bali Mandara penuh dengan jejak prestasi luar biasa, semestinya orientasi kebijakan pendidikan menjadikan sekolah ini sebagai tolok ukur sistem pendidikan di Bali bukan dengan pendekatan pembangunan fisik sekolah saja,” kata Suardana.

Suardana menyarakan agar kebijakan pendidikan bermutu maka kebijakan infrastruktur pendidikan dibarengi dengan pendekatan prestasi seperti menduplikasi sistem pendidikan sarat prestasi yang telah ditorehkan SMA Bali Mandara. “Saya rasa kebijakan pendidikan akan semakin baik jika pembangunan gedung sekolah diimbangi dengan mempertahankan SMA Bali Mandara bukan justru sebaliknya menghapus sistem pendidikan yang sudah terbukti berhasil,” katanya.