Ilustrasi

Oleh : I Gde Sudibya

Menyimak kasus terkonfirmasi harian yang tinggi, pada pusaran 250 kasus sampai di atas 500 kasus, dengan ekonomi yang begitu merosot  tumbuh negatif 9,3 persen tahun 2020 yang baru saja berlalu, pendekatan model rapat koordinasi yang sarat himbauan normatif tetapi lemah dan lamban dalam program aksi, sudah semestinya dihentikan. Karena faktanya, telah gagal menekan penularan dan di sisinya yang lain, juga tidak berhasil mengerem kemerosotan ekonomi, dalam 11 bulan terakhir.
Di sini sesungguhnya diperlukan affirmative actions, tindakan cepat terukur, dengan kriteria yang jelas: efektivitasnya, jadwal waktunya, dan efektivitas biayanya ( cost effectiveness ), dalam perspektif strategi perang melawan pandemi.
Perlu strategi perang melawan pandemi. Ada sejumlah persyaratan yang perlu dilakukan.
a. Strategi menyerang dalam artian: dilakukan penyemprotan disinfektan pada area yang segi epidemiologi yang menjadi sumber virus. Strategi yang dilakukan Taiwan pada masa awal pandemi, dan ternyata berhasil membrantas virus.
b. Strategi bertahan: baruan dari kebijakan 3 M dan 3 T, dengan affirmative actions yang lebih jelas dan terukur. Besaran/skala maksimal dalam melakukan pemeriksaan dan penelusuran kasus dan efektivitasnya. Peningkatan efektivitas sistem pelayanan kesehatan dengan key performance indicators, indikator kinerja kunci yang jelas.
c. Peningkatan efektivitas 3 M, melalui penegakan disiplin dengan sanksi tegas, petugas selalu hadir pada saat dan tempat yang tepat. Pembatasan mobilitas manusia secara optimal.
Dalam strategi perang ini juga diperlukan yakni mengelola konflik ( trade off ) kebijakan, antara pembrantasan pandemi dengan pemulihan ekonomi, kita dapat merujuk pengalaman beberapa negara bagian di AS dalam menangani wabah flu Spanyol tahun 1918 – 1920.
Negara bagian yang melakukan lock down, akan lebih cepat mampu mengendalikan pandemi, tetapi dengan akibat, ekonominya lebih mengalami tekanan di masa pandemi. Tetapi, setelah pandemi bisa dikendalikan, pertumbuhan ekonomi berlangsung lebih cepat.
Pada masa lock down, dituntut kebijakan fiscal yang cepat dan adil, untuk mengurangi tekanan ekonomi masyakat bawah. Jika sudah ada tanda-tanda pandemi akan dapat dikendalikan,  diperlukan kebijakan moneter dan perkreditan yang adaptif, untuk mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat dengan besaran pertumbuhan lebih tinggi.
I Gde Sudibya adalah seorang konsultan publik dan pengamat sosial serta ekonomi tingggal di Denpasar, Bali