Foto: Anggota DPR RI Dapil Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) saat menjadi narasumber dalam forum evaluasi Integrated Participatory Development and Management of Irrigation Program (IPDMIP) yang digelar Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Swiss-Belhotel Rainforest, Kuta, Badung, Bali, pada Kamis, 19 Oktober 2023.

Badung (Metrobali.com)-

Anggota Komisi II DPR RI Dapil Bali, Anak Agung Bagus Adhi Mahendra Putra (Amatra) menyerukan untuk berhenti atau stop memandang desa hanya menjadi objek pembangunan tapi desa harus menjadi subjek pembangunan.

“Sudah tidak saatnya lagi desa menjadi objek pembangunan dia harus menjadi subjek pembangunan. Karena bagi saya kalau desa sudah kuat, sudah maju maka secara otomatis bangsa ini akan maju. Tapi kalau bangsanya maju belum tentu desanya maju, paling elit-elitnya saja yang maju. Nah ini harus betul-betul kita ingat lagi bahwa negara kita adalah negara agraris,” kata Adhi Mahendra Putra.

Hal itu disampaikan saat dirinya menjadi salah satu narasumber dalam forum evaluasi Integrated Participatory Development and Management of Irrigation Program (IPDMIP) yang digelar Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Swiss-Belhotel Rainforest, Kuta, Badung, Bali, pada Kamis, 19 Oktober 2023.

Untuk menjadikan desa sebagai subjek pembangunan, menurut Anggota Fraksi Golkar DPR RI ini maka sudah saatnya disusun ada peta ekonomi di desa yang salah satunya membuat data produk pertanian atau produk-produk lain yang mampu dihasilkan suatu desa. Misalnya dari data itu dapat diketahui suatu desa apakah sudah swasembada pangan atau belum.

Dari kondisi riil yang tercemin dari peta ekonomi desa, kata wakil rakyat yang akrab pula disapa Gus Adhi ini, dapat diterapkan semacam reward and punishment. Misalnya desa yang sudah mampu swasembada beras, kepala desanya bisa diberikan penghargaan sebagai motivasi untuk mengembangkan hal-hal yang lebih baik lagi.

“Desa yang maju pangannya diberikan penghargaan, kepala desanya undang ke Jakarta,” kata Anggota Komisi II DPR RI yang membidangi pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah, aparatur negara dan reformasi birokrasi, kepemiluan, serta pertanahan dan reforma agraria ini.

Salah satu tokoh sentral dan inisiator di balik lahirnya Undang-Undang Provinsi Bali ini menambahkan hakikat pembangunan peta ekonomi desa diharapkan meningkatkan kualitas hidup manusia, meningkatkan pelayanan publik, penanggulangan kemiskinan dan mewujudkan masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Adhi Mahendra Putra lantas mengingatkan bahwa desa memiliki Bumdes atau Badan Usaha Milik Desa yang juga bisa mengelola potensi pertanian di desa. Dia lantas mencontohkan sejumlah Bumdes di Bali yang sudah berhasil dan lumayan seperti ada di Desa Panji Kabupaten Buleleng dan Desa Baluk Kabupaten Jembrana.

“Ini yang harus kita polakan. Dan kalau kita ingat dulu di zaman Orde Baru ada KUD Koperasi Unit Desa. Sekarang KUD sudah tenggelam dan lahir Bumdes,” tegas politisi Golkar asal Jero Kawan, Kerobokan, Kabupaten Badung itu.

Dirinya lantas berharap Bumbes ini mampu berkontribusi menjadi peta ekonomi di desa yang kemudian dari keunikan dan potensi yang dimiliki masing-masing desa termasuk dalam hal produk pertanian dikelola oleh Bumdes itu dalam aksi kolektif sehingga bisa meningkatkan kesejahateraan masyarakat desa. “Jadi Bumdes bisa mengatur tata niaga pertanian,” ujar wakil rakyat yang sudah dua periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan Bali ini dan baru-baru ini sukses mengawal dan memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Provinsi Bali.

Dia lantas mengingatkan bahwa Indonesia ini adalah negara agraris dan Bali mempunyai kearifan lokal yang sudah diakui dunia bahkan diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Lebih beruntung lagi kini keberadaan subak telah diakui dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali bersama kearifan lokal lainnya di Bali yakni desa adat.

“Sudah berhasil kita perjuangkan subak dan desa adat masuk diakui dalam Undang-Undang Provinsi Bali. bahkan Kementerian Hukum dan HAM mengatakan Undang-Undang Provinsi Bali adalah temuan inovasi baru tata negara. Karena apa? Karena mempunyai sumber dana. Yang kedua, kearifan lokalnya masuk di UU ini yaitu desa adat dan subak,” beber Adhi Mahendra Putra lantas menegaskan peran pentingnya kelembagaan subak sebagai penjaga lumbung pangan di Bali khususunya untuk di Bali Nusra.

Terkait dengan pemanfaatan dana desa dalam pengembangan ekonomi desa, menurut wakil rakyat berhati mulia, gemar berbagi dan dikenal dengan spirit perjuangan “Amanah, Merakyat, Peduli” (AMP) dan “Kita Tidak Sedarah Tapi Kita Searah” ini, perlu terus dicermati dan dievaluasi.

Ketika berbicara pemberdayaan desa terkait dengan pertanian baginya ada dua point penting. Pertama, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat desa yang outputnya bagaimana terkait dengan permodalan.

“Misalnya kalau kita bicara irigasi tersier, ini akan sia-sia tidak terkelola dengan baik kalau tanpa ada permodalan di sektor pertanian. Saya waktu di Komisi IV terus mendorong ada bank tani yang saat ini tidak ada di masyarakat petani. Akhirnya petani kita berurusan dengan rentenir. Bagaimana dia mampu meningkatkan nilai tukar pertaniannya kalau di depan sudah dijerat oleh praktik-praktik ekonomi tidak sehat,” papar Adhi Mahendra Putra yang sebelumnya pernah bertugas di Komisi IV DPR RI yang salah satunya membidangi pertanian.

Yang kedua, bagaimana meningkatkan pelatihan keterampilan kewirausahaan. “Bisakah petani kita berhitung secara ekonomi? Jawabannya tidak. Kalau kita tanyakan berapa cost mereka bertani, yang kemudian berapa nilai tukar petani, tidak bisa dijawab. Yang penting tanam, panen, jual hasil panen, ya selesai,” ungkap Adhi Mahendra Putra.

Selanjutnya yang juga penting diperhatikan terkait optimalisasi bantuan alsintan (alat dan mesin pertanian) yang diberikan pemerintah. Masyarakat petani juga harus diajarkan bagaimana menghasilkan nilai tambah ekonomi dari alsintan tersebut misalnya dengan membuat usaha jasa UPJA (Unit Penyewaan Jasa Alsintan) atau semacam usaha jasa penyewaan alsintan.

“Karena alsintan kan ada akumulasi penyusutan. Jangan sampai diberikan traktor sekali rusak minta lagi karena petani tidak punya biaya perawatan atau untuk membeli yang baru. Jadi dengan adanya UPJA petani bisa punya nilai tambah,” kata Adhi Mahendra Putra yang juga Ketua Harian Depinas SOKSI dan Ketua Depidar SOKSI Bali ini.

Terkait arah kebijakan di tahun 2024 untuk pemberdayaan desa, Adhi Mahendra Putra menilai capaian selama ini sudah cukup bagus. Salah satunya pengentasan 10 ribu desa tertinggal menjadi desa berkembang, kemudian mendorong desa berkembang menjadi desa mandiri. Yang terpenting pula terkait strategi meningkatkan interkonektivitas ekonomi antar desa dan wilayah adalah bagaimana desa mempunyai produk, mewujudkan desa punya produk unggulan, produk kebanggaan.

“Saya rindu, kebangkitan desa harus ditingkatkan. Pembangunan negara ini harus mulai dari desa. Karena pilar kewibawaan bangsa dan negara ini ada di desa,” pungkas Adhi Mahendra Putra yang dalam Pileg 2024 ini kembali maju nyaleg ke DPR RI Dapil Bali dari Partai Golkar dengan nomor urut 4. (wid)