Buleleng, (Metrobali.com)

Pengadaan Sakapat (balai bengong) di kawasan Bendungan Tamblang atau Danu Kerthi yang diresmikan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada awal bulan Februari 2023 lalu, membuat gerah Putu Santiarsana warga Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Pasalnya dia itu kesulitan menagih biaya pengadaan sakapat tersebut sebesar Rp 50 juta. Kendatipun telah dilakukan upaya somasi sebanyak dua kali, namun tetap saja tidak membuahkan hasil. Lalu permasalahannya itu dilaporkan ke Polsek Sawan. Al hasil setelah dilaporkan ke Polsek Sawan, tagihan senilai Rp 50 juta itu berhasil didapatkannya. Tak pelak dengan didapatkannya biaya pengadaan sakapat yang sempat membuat dirinya berang itu, Santiarsanapun mengaku lega.

Kronologisnya, berawal dari keberadaan salah satu balai bengong yang berada di areal bendungan tamblang senilai Rp 50 juta lebih tidak jelas juntrungan penaggungjawabnya. Akhirnya dengan segala upaya dilakukan, agar jerih payahnya dari hasil memasok salah satu aksesoris bendungan berupa balai bengong ia bisa dapatkan, namun upayanya itu selalu gagal. Hal inilah yang menjadikan Santiarsana menjadi geram karena merasa dipermainkan, lalu melayangkan somasi sebanyak dua kaki ditujukan kepada Made Sumendra Nurjaya, warga Desa Jagaraga, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng yang dalam hal ini dipercaya untuk pengadaan sakapat tersebut. Namun hingga batas waktu yang ditentukan dua somasi yang dilayangkan tak pernah mendapat tanggapan, dan terkesan diabaikan begitu saja.

“Persoalan saya ini, dibantu advokat Gede Tomy Ananta SH dan Putu Diana Prisilia Eka Trisna SH dari Law Office INS and Partner, yangmana dua kali somasi yang dilayangkannya itu tidak digubris,” kata Santiarsana, pada Kamis, (8/6/2023) siang di Jalan Gajah Mada Singaraja.

Oleh karena upaya somasi hasilnya buntu, maka Santiarsana melaporkan kasusnya itu ke Mapolsek Sawan dengan tuduhan tindak pidana. Merespons laporan tersebut, pihak kontraktor selaku pemesan akhirnya keder dan membayar tagihan senilai Rp 50 juta.

“Dalam waktu tidak terlalu lama pihak kontraktor bersedia membayar tagihan. Hanya saja kami berharap rekan-rekan lain yang tagihannya belum dibayar agar diperhatikan. Banyak rekan saya yang nilai tagihannya mencapai ratusan juta belum dibayarkan,” pungkasnya.

Sementara itu advokat Gede Tomy Ananta SH didampingi rekannya Putu Diana Prisilia Eka Trisna SH mengatakan bantuan hukum yang diberikan kepada warga bernama Santiarsana, tiada lain agar jangan ada pihak yang merusak niat mensejahterakan masyarakat oleh pemerintah tercederai oleh ulah culas segelintir orang.

“Dalam proses pembangunan (Bendungan Tamblang) banyak melibatkan kontraktor-kontraktor kecil sebagai penerima subkontraktor. Inilah yang banyak menjadi korban, proyek sudah selesai diresmikan tapi banyak yang belum terbayar,” papar Tomy Ananta.

Kasus tersbut menjadi kontradiktif dengan tujuan membangun infrastruktur untuk tujuan mensejahterakan. Karena itu, kata dia, pihaknya merasa tergerak untuk membantu warga yang merasa dipermainkan oleh oknum-oknum tersebut.

“Bukan nilai uang yang dikedepankan tapi proses keadilan itu yang harus diterima oleh masyarakat sebagai pemborong. Melalui dua somasi tidak diindahkan, ya terpaksa kami buat laporan pidana ke polisi. Syukur tidak berlanjut dan klien kami sudah mendapatkan haknya,” tutup Tomy Ananta. GS