Oleh : Kadek Heri Dharmawan Putra

 

             Mencari lapangan pekerjaan merupakan hal yang sulit saat ini. Dengan adanya  Revolusi industri 4.0 dan  pandemi covid 19 menambah buruk keadaan itu. Kedua hal itu menimbulkan suatu masalah terhadap lapangan perkerjaan di indonesia. Masalah lapangan perkerjaan merupakan pekerjaan rumah yang tidak ada habisnya di bangsa ini. Lantas solusi apa yang tepat untuk menghadapinya?.

Revolusi industri 4.0 merupakan era  berkembangnya teknologi kecerdasan buatan, super computer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis dan inovasi. Revolusi industri 4.0 membawa banyak dampak positif dan negatif saat ini. Mengantisipasi dampak negatifnya adalah hal terpenting.

Teknologi telah mempengaruhi segala aspek penting masyarakat. Teknologi membuat  segala pekerjaan menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan berkembangnya teknologi akan membuat peran manusia berkurang sehingga dapat menghilangkan peran manusia dalam suatu pekerjaan atau proses. Disinilah point pentingnya, mengganti peran manusia sama halnya dengan menambah pengangguran.

Work Employment and Social Outlook Trend (2017) memperkirakan jumlah orang yang menganggur secara global pada 2018 diperkirakan akan mencapai angka 204 juta jiwa dengan kenaikan tambahan 2,7 juta. Indonesia juga akan  mengalami hal yang sama. Pengangguran  menjadi tantangan bahkan cenderung menjadi ancaman saat ini dimana tingkat pengangguran pada bulan Februari 2018 sebesar 5,33% atau 7,01 jiwa dari total 131,55 juta orang angkatan kerja (Sumber : BPPS 2018).

 

Sementara itu, dampak pandemi COVID- 19 juga menyerang segala aspek dalam kehidupan kita. Pandemi ini tidak hanya menyerang Indonesia tetapi di seluruh dunia. Penyebaran COVID-19 sangat pesat dan menyebabkan kepanikan diseluruh dunia. Pandemi COVID-19 membuat sektor medis kewalahan karena menjangkit dan  menewaskan banyak orang di dunia.

Saat ini pandemi COVID-19 tidak lagi menjadi masalah di bidang medis sendiri tetapi telah menjadi masalah yang kompleks. Resesi ekonomi mendorong banyak orang untuk berada di bawah garis kemiskinan, Sebuah studi yang disertakan 138 negara berkembang dan 26 berpenghasilan tinggi negara menemukan itu bahkan di Skenario paling ringan, COVID-19 dapat menambah jumblah orang miskin seekitar 85 juta orang (Sumner et al., 2020).

UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development), 2020 mengatakan  bahwa Covid-19 menyerang banyak negara berkembang pada saat mereka masih memiliki beban hutang yang belum selesai selama bertahun-tahun. Pada akhir 2018 total sisa utang negara-negara berkembang mencapai hampir dua kali lipat PDB gabungan mereka atau 191 persen, level tertinggi yang pernah ada saat ini.

Sementara itu di Indonesia, COVID-19 merusak perekonomian Indonesia. Pandemi ini menyebabkan terbatasnya pergerakan masyarakat. Pemerintah memberlakukan pembatasan sosial bersekala besar sehingga kegiatan sosial ekonomi tidak bisa berjalan. Hal ini berakibat buruk bagi masyarakat karena Pandemi ini menimbulkan masalah yang bukan main-main.

Sedangkan secara nasional, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani memperkirakan bahwa COVID-19 wabah dapat menyebabkan hingga 3,78 juta orang jatuh miskin dan 5,2 juta orang kehilangan pekerjaan (Gorbiano, 2020). Dalam skenario yang lebih optimis, Sri Mulyani memperkirakan bahwa 1,1 juta orang jatuh miskin sementara 2,9 juta kehilangan pekerjaan mereka.

Saat ini akhir dari Pandemi COVID-19 sudah mulai menemui titik terang. Dengan  berlakunya fase new  normal di  Indonesia dan pemberian vaksin secara bertahap.  Maka  sebuah  perencanaan  di berbagai  bidang  sosial  ekonomi  masyarakat  seharusnya  sudah  tersedia.  Berbagai  institusi pemerintah  seperti  Bappenas  menyiapkan  satu  Protokol  Produktif  Aman  sebagai protokol  bagi masyarakat  dalam  melakukan  berbagai  kegiatan  sosial  ekonomi  di  masa Pandemi,   yang   mengacu   pada   kriteria   badan   kesehatan   dunia   WHO   (World  Health Organization).

 

Karena berakhirnya Pandemi COVID-19 bukan berarti juga masalah selesai. Banyak permasalahan yang akan timbul setelah pandemi ini selesai. Kita harus mengambil solusi dari dampak negatif dari pandemi COVID-19. Selain itu, kita juga harus mengatasi dampak negative dari revolusi industry 4.0 juga. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menghadapi kedua hal tersebut. Kita harus membangun sumber daya manusia dan menata ulang rencana keuangan bangsa ini.  Hal ini harus menjadi perhatian bagi semua pihak terutama pemerintah. Pemerintah harus melakukan upaya cepat untuk mengatasi hal tersebut.

Pemerintah harus menyusun roadmap (peta jalan) untuk mengatasi masalah yang diakibatkan pasca pandemi. Menentukan proritas utama kepada bidang -bidang terpenting merupakan hal utama yang harus pemerintah lakukan. Karena penentuan prioritas ini mampu berfungsi menjadi roadmap. Roadmap tersebut bukan hanya memberikan pemulihan tapi juga perbaikan dan penguatan perekonomian nasional.  Dilain hal Pandemi Covid-19   ini   juga memberikan  peluang besar bagi  penguatan dan perbaikan  ekonomi  nasional.

 

Selain itu untuk mencegah  dampak Revolusi Industri 4.0 , Kementerian Perindustrian merilis program Making Indonesia 4.0 yang merupakan roadmap di era revolusi industry 4.0. yang terdiri dari 10 strategi.  Strategi itu adalah sebagai berikut :

  1. memperbaiki alur material,
  2. mendisain ulang zona industry,
  3. peningkatan kualitas SDM,
  4. pemberdayaan UMKM,
  5. menerapkan insentif investasi teknologi,
  6. pembentukan ekosistem inovasi,
  7. menarik investasi asing,
  8. harmonisasi kebijakan dan aturan,
  9. membangun infrastruktur digital nasional, dan
  10. akomudasi standar sustainability.

Dengan roadmap tersebut memberikan harapan untuk pembangunan ekonomi sehingga dapat membuka lapangan perkerjaan lebih luas.

Penulis : Mahasiswa Poltekip Jakarta