Ilustrasi Bendera Israel

 

Denpasar, (Metrobali.com)

Penolakan tim sepak Bola U20 di Bali oleh Gubernur Wayan Koster bukan seorang pemimpin. Dia lebih membebek kepada elite politik pusat. Pertimbangannya sangat merugikan Bali. Apa untungnya Bali menolak Israel?

Pengamat kebijakan publik yang tokoh masyarakat Bali Jro Gde Sudibya, Minggu mengajak bercermin pada jalan panjang sejarah politik Nahdatul Ulama (NU).

Dikatakan, Gus Yahya sebagai penerus idealisme Gus Dur posisinya sangat jelas, bahkan Gus Dur selaku Ketua Fordem kalau ndak salah berkunjung ke Israel, kok kita yang umat Hindu, merujuk jokes Gus Dur, “kok malah repot”.

Dikatakan, pemahaman akan sejarah masa lalu Gubernur Bali I Wayan Koster sangat lemah. Terlebih lagi tidak didasari pelajaran sejarah yanh baik. Konflik diantara kedua bangsa yang “bersaudara” itu panjang, tidak hanya masalah pendudukan wilayah, akan tetapi sejarah keimanan yang kompleks dan panjang. Presiden AS humanis yang pro HAM seperti John F Kennedy dan Jimmy Carter tidak mampu menyelesaikan, semestinya kita di Bali lebih tahu diri.

Ini kayaknya perintah partai. Ada tiga Gubernur di Indonesia yang menolak kehadiran tim U20 Israel di Indonesia termasuk Gubernur Bali. Apakah ada kekhawatiran pada pemilu 2024?

Dikatakan, di tingkat nasional di tahun politik ada arus besar pemikiran menggunakan isu SARA untuk menaikkan elektabilitas (sebuah pendekatan yang pada dasarnya keliru dalam perspektif upaya kita bersama merawat dan menjaga demokrasi berdasarkan Pancasila), masyarakat Bali yang minoritas (kosa kata mayoritas – minoritas tidak dikenal dalam tata pikir Bapak – Ibu Pendiri Bangsa).

Lebih lanjut dikatajan, semestinya elite politik di Bali tidak “milu- milu tuwung” dalam arus besar porpolitikan SARA yang berbahaya buat masa depan bangsa.

Mengutif surat Pahlawan Nasional I Gst Ngurah Rai: surat Pak Rai ( I Gusti Ngurah Rai ) ke seorang overste Belanda yang termuat dalam buku Bali Berjuang, yang kurang lebih mengatakan, “keamanan di Bali adalan tanggung jawab kami, sedangkan perundingan menjadi tanggung jawab pemimpin kami di Jawa”.

” Semestinya Gubernur Koster menyimak dan meresapi surat Pak Rai di atas, tersurat dan tersirat,” kata Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)