baso-ikan

Bagi penggemar makanan baso, barangkali belum begitu mengenal “Soak”, namun lebih “familiar” dengan bakso umumnya yang dikenal berbasis daging.

Di kawasan pantai utara (Pantura) Jawa Barat, tepatnya di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, meski bukan hal baru, mulai dicuatkan jajanan baru dari varian baru baso ini.

Kini, para fans berat baso, bisa menjajal menu berbasis dari ikan laut, yang oleh pembuatnya, yakni Jayani (40) alias Leo, diyakinkan kepada konsumennya sebagai jajanan “sehat dan ekonomis”.

Sehat karena baso ikan yang dipopulerkan dengan “Baso Iwak” (Soak) — gabungan dari nama baso dan “iwak”, yang dalam bahasa daerah setempat berarti ikan– dibuat tanpa sedikit pun zat tambahan/pengawet.

Dibilang ekonomis, mengingat satu butir baso dibandrol dengan harga Rp500.

“Kami melayani dari pembeli yang membeli Rp3.000, hingga konsumen yang pesan ribuan butir,” ucap Leo, yang menggeluti usaha itu sejak 2012 bersama istrinya Ny Juju.

Kerja sama suami-istri itu, kini keberhasilan usahanya sedikit mulai bisa dirasakan.

Di rumahnya, yang berada di kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, sudah terparkir sebuah sepeda motor “Tiger” baru, yang di beberapa bagian ditempel stiker “Soak” (Baso Iwak).

“Alhamdulillah, dari usaha ‘Soak’ ini, kami juga mulai bisa merenovasi beberapa bagian rumah,” kata Leo, yang mengaku saat merintis di awal, ia hampir putus asa karena usahanya tidak begitu lancar.

Terus mencoba Seperti penggalan syair lagu dangdut yang liriknya populer dengan kata “jatuh-bangun”, Leo mengaku tidak mudah menggeluti usaha itu pada tiga bulan pertama.

“Dagangan tidak laku, sementara modal yang dipakai makin tergerus, serba sulit saat itu,” katanya.

Meski dalam kondisi susah, di tengah situasi hampir putus asa, dorongan dan motivasi dari Ketua Usaha Bersama Nelayan (UBM) di Karangsong Jumedi –yang lebih akrab dipanggil “Cemplon” — menyadarkannya sehingga ia terus mencoba lagi.

Caranya, yakni meminta masukan dari lingkungan sekitar, untuk merasakan “Soak” buatannya, dan meminta memberikan saran dan kritik, baik dari aspek rasa maupun lainnya.

Upaya itu, akhirnya berbuah hasil dengan apa yang disebutnya “resep rahasia”, khususnya pada racikan bumbu, baso ikan buatannya mulai diterima.

“Saat ini, selain di rumah, usaha kami sudah berkembang dengan cabang, berupa lima gerobak yang berkeliling di sekitar Indramayu,” katanya.

Dengan tingkat permintaan yang juga bertambah, ia menyiapkan “freezer” untuk menyimpan ikan-ikan tongkol terpilih dan segar, yang langsung dibeli dari TPI, saat ikan-ikan diturunkan dari kapal nelayan.

“Untuk efisiensi, ‘freezer’ itu bisa menyimpan ikan segar untuk produksi tiga hari, kemudian setelah itu belanja ikan lagi untuk produksi selanjutnya,” katanya.

Salah satu karyawan yang menjajakan baso ikan buatannya dengan gerobak keliling, yakni Wahyudin mengaku jualannya selalu habis.

“Mungkin, selain rasa (enaknya) yang dinilai berbeda, memang harganya terjangkau, termasuk oleh anak-anak sekolah,” katanya.

Cara membuatnya juga mudah, yakni fillet ikan dicincang atau dihancurkan dengan blander, lalu masukkan bumbu dan tepung kanji. Blander lagi sampai rata dan masukkan es batu. Blander terus sampai batu hancur dan es dan bumbu serta tepung rata.

Nah, keluarkan dari blander, uleni adonan dengan tangan, lalu tambahkan putih telur dan daun bawang aduk rata. Siapkan air hangat. Bentuk adonan bulat � bulat dengan cara dikepalkan di telapak tangan dan diambil dengan sendok.

Terakhir, masukkan ke dalam air hangat, lalu hingga adonan habis. Rebus bakso ikan tersebut, jika sudah mengapung tandanya bakso tersebut telah matang. Angkat, lalu sajikan dengan kuahnya bakso.

Bantuan mesin Suami istri Leo dan Ny Juju, selama menjalankan usahanya saling membantu.

“Saya yang mengolah hasil gilingan daging ikan tongkol yang dibeli suami,” kata Juju, yang mengaku setiap hari mampu mengolah 30 kg-35 kg daging ikan, yang kemudian menjadi lebih kurang 3.000-an butir baso.

Juju mengaku bahwa “keberhasilan” yang kini dirasakan, dilalui melalui jalan terjal.

“Sebelum seperti sekarang, dulu Pak Leo bekerja seadanya, mulai dari pencuci sepeda motor dan serabutan lainnya,” katanya mengenang masa-masa sulit itu.

Baik Leo dan Juju punya harapan ada skema bantuan dari pemerintah dan parapihak terkait, sehingga usaha mereka dapat lebih efisien, khususnya dari sisi produksi.

Selama ini, pembuatan satu putir baso ikan masik dibuat secara manual, dalam arti butiran-butiran baso itu dibuat dengan tangan yang dilapisi plastik untuk kehigienisan produk.

Tapi, seiring permintaan yang meningkat, mereka membutuhkan alat/mesin di mana butiran-butiran baso bisa dibuat secara mekanik.

Produksi “Soak” buatan Leo dan istrinya itu, kini sering dipesan pada acara di lingkup satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkab Indramayu, pada acara-acara tertentu.

“Tentu, dengan keterbatasan SDM, kami membutuhkan peralatan semacam itu,” katanya. AN-MB 

activate javascript

activate javascript