Sinergi AESI, IESR dan Koperasi Amoghasiddhi Dorong Energi Surya Jadi Ujung Tombak Bali Provinsi Energi Bersih
Foto: Para pembicara dalam seminar/webinar “Bali Menuju Provinsi Energi Bersih” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Koperasi Amoghasiddhi, Bali, Rabu (9/6/2021).
Badung (Metrobali.com)-
Potensi teknis dan potensi pasar energi surya Bali akan berkontribusi signifikan pada perwujudan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” dan pemanfaatan energi bersih terbarukan di Bali. Kesimpulan ini didapatkan dari paparan berbagai narasumber dalam seminar/webinar “Bali Menuju Provinsi Energi Bersih” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Koperasi Amoghasiddhi, Bali, Rabu (9/6/2021).
Dalam keynote speech-nya, Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka Energi, Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM menggarisbawahi dukungan dan rencana pemerintah untuk energi terbarukan,
“Pemerintah melalui Kementerian ESDM menjadikan energi terbarukan, termasuk energi surya, sebagai salah satu prioritas grand strategy energi nasional. Khusus untuk PLTS atap, saat ini kami sedang melakukan revisi Permen ESDM No. 49/2018 yaitu meningkatkan nilai ekspor impor listrik lebih dari 65%, memperpanjang masa reset kelebihan ekspor, dan mempermudah pelayanan dengan aplikasi elektronik. Kami berharap perubahan ini dapat mendorong banyak pihak untuk menggunakannya. Pengguna PLTS atap di Bali tercatat cukup banyak, 141 pengguna hingga Maret 2021,” jelasnya.
Dukungan aktif pengembangan energi terbarukan di Indonesia juga mensyaratkan kerja sama dan dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Investasi, Kementerian Keuangan, juga PLN – yang disebut Chrisnawan akan tertuang secara jelas dalam rancangan Peraturan Presiden tentang energi terbarukan. Kementerian ESDM juga sedang mengupayakan hidupnya kembali Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk pemanfaatan energi terbarukan di daerah.
“Sebagai pulau yang bertumpu pada pariwisata, ecotourism akan menjadi salah satu daya tarik unggul Bali ke depannya. Potensi energi terbarukan yang tinggi, khususnya energi surya, dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan daya saing Bali, mendorong tumbuhnya lapangan kerja baru, dan untuk pemulihan ekonomi setelah pandemi,” ucap Fabby Tumiwa, selaku Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia di kegiatan kali ini.
Pada 2019, Gubernur Bali telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Energi Bersih dan Kendaraan Listrik, yang merupakan langkah progresif untuk menjawab kebutuhan energi Bali dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan setempat. Dalam pergub ini, pembangkitan listrik tidak hanya difokuskan pada pembangkit skala besar, melainkan juga perlu menitikberatkan pada pembangkit berskala komunal atau individu.
“Menjaga keseimbangan alam merupakan kepercayaan masyarakat Bali, tidak hanya di hilir melainkan juga di hulu. Perwujudan visi Bali Era Baru salah satunya diimplementasikan dengan misi mengembangkan tata kehidupan krama Bali, menata wilayah dan lingkungan yang bersih, hijau dan indah – termasuk dengan prioritas pemanfaatan energi terbarukan, energi surya. Kita (sebagai pemerintah provinsi) mendorong semua pihak, baik badan usaha milik daerah dan masyarakat luas, untuk berperan aktif dalam upaya ini, “ kata Ida Bagus Setiawan, Kepala Bidang ESDM.
Disnaker ESDM Pemprov Bali memaparkan, selain rumah tangga (residensial), sektor industri dan komersial juga merupakan target yang potensial, simulasi IESR menunjukkan adanya potensi PLTS atap hingga 25,9 MWp hanya untuk hotel bintang 5 di kawasan Nusa Dua dan Kuta; dan 15,6 MWp untuk bangunan publik dan fasilitas umum di Bali. Pergub Bali Energi Bersih ini juga telah memuat pewajiban bangunan dengan luasan tertentu, baik bangunan publik atau swasta, untuk memasang PLTS atap.
Dengan target pengembangan energi surya sebesar 50 MW pada tahun 2025 sesuai Rancangan Umum Energi Daerah Bali, PLTS atap dapat berkontribusi secara signifikan. Selain pemerintah, kelompok konsumen rumah tangga, bisnis/komersial, dan industri juga merupakan grup target yang potensial. Sebagai sumber energi terbarukan yang demokratis dan dengan semakin berkembangnya teknologi serta layanan penyediaan energi surya, masyarakat punya andil dalam memanfaatkan sumber energi ini.
“Survei pasar yang dilakukan IESR juga menunjukkan potensi hingga 23% untuk rumah tangga atau setara dengan 256.000 rumah tangga, sektor bisnis dan UMKM juga memiliki potensi besar – bisa menyasar 35.000 usaha dan 71.000 UMKM,” ujar Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi IESR menjelaskan tentang hasil survei.
Menurut Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), AESI menargetkan mencetak 1.000 Solarpreneur hingga 2024. Semangat Solarpreneur adalah sebagai UMKM energi andalan, yang bergerak di bidang pemasangan PLTS atap dengan standar pemasangan dan kualitas terjamin.
Pasar PLTS atap di Indonesia terbuka luas. Mayoritas UMKM berada di sektor dengan penurunan pertumbuhan PDB yang besar sebagai dampak dari pandemi Covid-19 UMKM energi sejauh ini belum ada. Harapannya banyak UMKM di bidang energi yang tumbuh.
Menurut Putu Agung Prianta dari Green Building Council Indonesia-Bali, saat ini mereka fokus dalam pengembangan prinsip-prinsip hijau dan berkelanjutan untuk bangunan. PLTS atap di Bali masuk dalam kategori low hanging fruit dalam green building. Hasil survei integrasi PLTS atap di Bali oleh GBCI Bali, penghematan menjadi alasan responden dalam pengadopsian PLTS atap.
Sedangkan hambatannya adalah terkait sosialisasi informasi yang masih harus terus didorong. Biaya juga menjadi kendala dalam adopsi PLTS atap di Bali. Dibutuhkan juga penciptaan ekosistem yang baik adalah dapat menghubungkan antara mitra finansial, pelaku usaha, konsumen dan pemerintah secara terintegrasi dalam pengembangan PLTS atap di Bali.
Tantangan terkait pengetahuan dan pemahaman teknologi PLTS yang masih minimal perlu dijawab. Sosialisasi dan dorongan kepada pemerintah kabupaten/kota terkait regulasi juga harus terus dilakukan. Selain itu, masyarakat juga memikirkan biaya pembelian dan pemasangan PLTS atap yang masih dianggap relatif mahal.
“Dengan skema cicilan, koperasi kami justru menurunkan tenor PLTS atap menjadi maksimal 3 tahun pembiayaan,” Ida Ayu Maharatni, Manajer Koperasi Amoghasiddhi menjelaskan.
Selain menyediakan cicilan PLTS atap, Koperasi Amogasidhi juga memenuhi kebutuhan listriknya sendiri dengan instalasi PLTS atap dengan kapasitas 8,3 kWp. Berdasarkan data dari Koperasi Amogasidhi, dari 100% debitur kredit, baru 2,41% diserap oleh sektor energi selebihnya sektor non energi.
Selain itu, hanya 1,89% dari total piutang sektor energi yang beredar tetapi berkontribusi terhadap income. Kontribusi income kredit sektor energi di Koperasi Amoghasiddhi mencapai 3,14% atau setara dengan Rp 103.738.529,-. Target Koperasi Amoghasiddhi ke depan adalah bagaimana bisa mengakses atau mengeluarkan green bond sehingga bisa ditawarkan ke anggota dan membuat PLTS lebih bersaing
Kredit investasi yang ada di Koperasi Amogasidhi dapat digunakan sebagai kredit PLTS atap, dengan syarat kredit DP 20%, bunga mulai 2%, dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. Keuntungan kredit di koperasi adalah bagaimana bunga kembali lagi kepada anggota. Dari kredit yang diajukan oleh anggota, anggota akan mendapatkan keuntungan dalam bentuk bagi hasil.
Adanya landasan kebijakan yang kuat serta potensi teknis dan potensi pasar yang besar menjadi titik awal yang baik untuk memulai implementasi visi Bali Provinsi Energi Bersih. Kerja sama berbagai pihak, dari pemerintah daerah, asosiasi, lembaga pembiayaan, serta masyarakat dan beragam kelompok usaha menjadi kunci untuk mendorong pemanfaatan energi surya secara masif yang juga akan berkontribusi pada pemulihan ekonomi Bali pasca pandemi. (wid)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.