jero wacik (2)

Jakarta (Metrobali.com)-

Sidang perdana praperadilan yang diajukan mantan Menteri ESDM Jero Wacik atas penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditunda hingga 20 April 2015 atas permintaan KPK.

“Dari KPK sudah menyampaikan surat untuk meminta penundaan minimal satu minggu. Dengan demikian sidang kita tunda sampai pekan depan,” kata Hakim Tunggal Sihar Purba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/4).

Jero Wacik nampak hadir dalam sidang tersebut didampingi oleh kuasa hukum dan keluarga.

“Kami datang dengan ‘full team’, saya didampingi penasehat hukum dan istri dan anak-anak saya, keluarga dari Bali juga hadir,” ujarnya usai sidang.

Ia merasa sejak penetapan dirinya sebagai tersangka pada 3 September 2014 lalu, proses hukum berjalan sangat lambat dan membatasi ruang geraknya.

“Sementara hak saya sudah diambil, tidak boleh pergi ke luar negeri, rekening bank (juga dibekukan), itu menyedihkan,” tuturnya.

Pada saat yang sama Jero dijadwalkan menjalani pemeriksaan di KPK terkait kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang selaku Menbudpar 2008-2011, namun ia tidak hadir dengan alasan memilih fokus dulu pada praperadilan.

“Kita fokus ke sini (praperadilan). Dan toh praperadilan acaranya cepat, menunda seminggu apa salahnya,” ujar kuasa hukum Jero, Hinca Panjaitan.

KPK mengumumkan Jero Wacik sebagai tersangka dalam perkara korupsi di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 6 Februari berdasarkan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Dugaan kerugian negara diperkirakan sekitar Rp7 miliar akibat penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran tersebut.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan Jero sebagai tersangka dugaan korupsi dalam bentuk pemerasan dalam sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM terkait jabatan Jero Wacik sebagai Menteri periode 2011-2013 sejak 2 September 2014 lalu.

KPK menduga Jero Wacik melakukan pemerasan untuk memperbesar dana operasional menteri (DOM) dalam tiga modus yaitu menghimpun pendapatan dari biaya pengadaan yang dianggarkan Kementerian ESDM, meminta pengumpulan dana dari rekanan untuk program-program tertentu, menganggarkan kegiatan rapat rutin tapi rapat itu ternyata fiktif.

Hal itu diduga dilakukan Jero karena DOM sebagai menteri ESDM kurang dibanding saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata.

DOM itu diduga mengalir ke sejumlah pihak antara lain Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa, mantan ketua Komisi VII DPR fraksi Partai Demokrat Sutan Bhatoegana dan pimpinan media massa nasional Don Kardono.

Total dana yang diduga diterima oleh mantan Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu adalah Rp9,9 miliar.

Dalam kasus tersebut KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.AN-MB