Sidang pidana kasus penyerobotan tanah Dewa Nyoman Oka, penyandang disabilitas buta dan tuli berlangsung dramatis
Gianyar (Metrobali.com) –
Sidang pidana kasus penyerobotan tanah Dewa Nyoman Oka, penyandang disabilitas buta dan tuli berlangsung dramatis setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan surat Pernyataan Pencabutan Tanda Tangan yang telah ditandatangani dalam Surat Permohonan Sporadik (Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah) Prona oleh ke 3 para aparatur desa yang juga telah berstatus Tersangka yang diajukan oleh kedua tersangka utama atas sebidang tanah seluas 5000 meter yang terletak di Banjar Tarukan Desa Pejeng Kaja Kecamatan Tampaksiring Gianyar.
Ketiga orang aparat desa I Wayan Artawan, mantan kepala desa I Dewa Putu Artha Putra, dan kepala dusun I Nyoman Sujendra yang saat itu menyetujui permohonan sporadik prona mengakui kekeliruannya bahwasanya pada lahan yang ditempati tersebut juga telah ditempati Dewa Nyoman Oka (penderita keterbelakangan fisik buta tuli) terkait permohonan sporadik tanah seluas 5000 m yang telah dimohonkan para terdakwa Dewa Merta dan Nyoman Swastika.
“Meskipun Ketiganya telah membuat surat pernyataan pencabutan tanda tangan persetujuan penerbitan sertifikat namun patut diduga ketiga aparat desa tersebut telah melakukan tindakan yang tidak menganut prinsip kehati-hatian dalam menyetujui permohonan surat tersebut,” kata I Made Somya Putra, Kuasa hukum korban Dewa Nyoman Oka di PN Gianyar, Senin (15/4/2019).
Menurutnya, Majelis Hakim telah mendengar semua keterangan faktual terkait adanya hak penguasaan klien kami Dewa Nyoman Oka atas sebagian tanah tersebut, sudah selayaknya para terdakwa dihukum sesuai perbuatannya yang telah mengabaikan hak Dewa Nyoman Oka. bahkan dalam persidangan para terdakwa terkesan berbelat-belit dan ada indikasi melakukan berbagai manuver hukum.
Dalam sidang pidana tersebut juga dihadirkan keterangan para saksi yaitu Supadi dan I Ketut Didis, penduduk asli yang rumahnya berada di seberang jalan tanah sengketa, Mereka adalah orang-orang yang selama ini mengontrak tanah Dewa Nyoman Oka tanpa ada pihak yang merasa berkeberatan.
Majelis hakim yang diketuai AFS Dewantoro SH MH sebagaimana perkara pidana dengan register No. 91/Pid.b/2019/Pn.Gin. juga mendengar keterangan dari kedua Terdakwa Dewa Merta dan Nyoman Swastika.
“Kami minta hukum ditegakkan  sebagaimana hakekat hukum itu sendiri secara pasti terhadap kelima orang yang memiliki peranan dalam penerbitan sporadik prona tersebut, Hal ini cukup menjadi suatu pembelajaran bagi aparat desa beserta jajarannya mengingat ada proses pensertifikatan tanah ayahan desa yang sedang berlangsung di Kabupaten Gianyar dan juga hampir di seluruh Bali dalam program PTSL ini sebagai pelajaran yang sangat berguna untuk masyarakat dalam melakukan proses permohonan surat permohonan sporadik prona dengan memahami perbedaan difinisi antara ‘menguasai’ dengan ‘memiliki tanah, agar tidak menjadi preseden buruk di masa datang terkait surat pencabutan yang dilakukan menjelang akhir  sidang,” kata Dewa Putu Sudarsana, Selaku perwakilan keluarga korban.
Pihaknya akan tetap fokus mengawal proses Hukum yang sedang berjalan, baik yang berlangsung dipengadilan maupun proses penyempurnaan petunjuk JPU yang sedang berjalan di penyidik POLDA Bali terhadap aksi pernyataan pencabutan telah menyetujui proses penerbitan sporadik sertifikat tanah yang sesungguhnya ada hak penguasaan sebagian Dewa Nyoman Oka, “Mungkin karena mereka pikir yang bersangkutan memiliki cacat fisik maka para terdakwa dan ketiga aparat desa mengabaikan hak yang bersangkutan.
Majelis hakim menetapkan sidang dilanjutkan pada hari Kamis, 18 April 2019 mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. (hidayat)
Editor : Hana Sutiawati