Buleleng, (Metrobali.com)

Sudah jatuh tertimpa tangga. Barangkali kiasan tersebut tepat untuk menggambarkan kondisi yang dialami oleh 254 buruh di PLTU Celukan Bawang, akibat sikap dan tindakan culas perusahaan yang berupaya terus mendapatkan nilai tambah dengan mencabut hak-hak buruhnya.

Bagaimana tidak, para pekerja harus dipaksa menelan pil pahit tidak akan mendapatkan pesangon yang ditaksir mencapai Rp.12.4 Milyar. Disisi lain, para pekerja juga kehilangan status kerja yang semula adalah PKWTT (karyawan tetap) kemudian keseluruhan menjadi PKWT (karyawan kontrak).
Selain itu, para pekerja yang tengah berjuang mendirikan serikat buruh/serikat pekerja justru mendapatkan upaya pemberangusan ketika dua orang pekerja yang merupakan bagian dari tim pendiri dilarang memasuki area PLTU Celukan Bawang karena dianggap mengedarkan form pendaftaran serikat pekerja.

Peristiwa ini bermula ketika perusahaan mengeluarkan pengumuman terbuka tertanggal 12 September 2024 dan 14 September 2024 kepada para pekerja yang memaksa para pekerja untuk membuat surat pengunduran diri, dan membuat surat lamaran baru.
Dalam prosesnya, upaya tekanan dan intimidasi dilakukan agar para pekerja mau membuat dua surat tersebut meskipun para pekerja memahami bahwa apabila membuatnya, maka akan berimplikasi pada hilangnya pesangon, penurunan status kerja, dan jaminan keberlangsungan kerja yang tidak jelas, berikut dengan status kerja dan hak-hak lainnya. Namun akibat relasi kuasa yang timpang, maka para pekerja dibuat tidak memiliki pilihan apapun.

Disisi lain, apabila melihat perjanjian kerja terbaru yang dipaksakan oleh Perusahaan, nampak jelas bahwa Perusahaan hanya akan mempekerjakan para pekerjanya secara kontrak untuk satu tahun tanpa kejelasan keberlangsungan kerja. Selanjutnya, perusahaan secara terang juga melarang para pekerja untuk bergabung dengan serikat pekerja, dimana hal ini jelas bertentangan dengan Konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang menjamin hak buruh untuk berserikat.

Beberapa upaya telah dilakukan oleh para pekerja, salah satunya dengan mengirimkan surat perundingan. Namun pihak perusahaan justru enggan menerima surat permintaan berunding yang diajukan oleh para pekerja. Alih-alih melakukan perundingan, perusahaan justru memilih terus untuk melakukan intimidasi agar para pekerja mau mengikuti skenario yang mereka inginkan. Bahkan termasuk melakukan union busting

Merespon hal tersebut, kami menuntut kepada:
1. Komnas HAM untuk proaktif melakukan pemeriksaan, dan pemantauan langsung dalam dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Termasuk memastikan agar Negara tidak lepas tanggung jawab dalam persoalan ini
2. Pemerintah daerah Provinsi Bali dan kabupaten buleleng melalui Pengawas Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja untuk menjalankan fungsi pengawasan dan penindakan terhadap praktik perburuhan yang tidak sehat (unfair labor practice) oleh perusahaan di PLTU Celukan Bawang.
3. Kepolisian Daerah Bali untuk segera melakukan serangkaian proses penegakan hukum atas dugaan dilakukannya pemberangusan serikat pekerja oleh perusahaan
4. Mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam perjuangan mendorong pemenuhan hak bagi para pekerja di PLTU Celukan Bawang. (RED-MB)