Denpasar (Metrobali.com)-

Berkembangnya seni tabuh (sekeha gong) di Kota Denpasar, tidak lepas dari andil beberapa sekeha gong kuno yang ada sejak era 60an. Sebut saja salah satunya Sekeha Gong Jaya Kusuma Banjar Gladag Pedungan Densel yang sejak kemunculannya terkenal dengan tembang klasik gong lelambatan. Namun dibalik kejayaannnya tersebut, ternyata sekeha gong ini sempat mandeg akibat terlambat melakukan regenerasi.

Namun kini setelah segala usaha dilakukan, Sekeha Gong Jaya Kusuma Banjar Gladag kembali tunjukkan jati dirinya. Dibuktikan dengan ikut sertanya sekeha gong ini tampil di ajang PKB ke 34 sebagai duta Denpasar  bidang “Kesenian Unggulan”.

Beberapa tokoh-tokoh seni Denpasar kemarin malam ikut ambil bagian melakukan penyempurnaan terhadap sekeha ini yang dikemas dalam acara pembinaan. Seperti; Butu Antara, Sudarna, Made Kembar, Suarsa, Alit Arini dan lain-lain. Hadir pula Wawali IGN Jaya Negara, DPRD Wayan Sugiartha, Kadis Kebudayaan Mudra, Camat, Kades/Lurah, Bendesa dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Sabtu (2/6) di Aula Banjar Gladag Pedungan.

Tampil dengan sekeha yang hampir sebagian sudah menginjak usia setengah baya, penampilan sekeha ini cukup memukau. Tua-tua keladi orang bilang, makin tua makin jadi itulah kira-kira sebutan yang pas buat mereka, artinya sisa-sisa kejayaan dulu masih tampak. Terbukti ketika sekeha ini membawakan tabuh telu sebagai tabuh pembuka disambung kemudian dengan tabuh klasik semarandana.

Kedua tabuh ini mampu dibawakan dengan apik melalui tempo dan ritme lagu yang terjaga serta selalu mengedepankan dinamisasi dan harmonisasi. Kecepatan dan kekotekan, tetekep dan tetekes dengan irama lagu dari sedang hingga tiba-tiba cepat kemudian melambat lagi menjadi stile atau identitas dari sekeha gong ini. Seperti dituturkan Made Rundu seorang seniman tabuh sekaligus pelatih dan pembina sekeha gong ini.

“Pada prinsipnya gong itu sama, yang membedakan hanya kreasi tabuh, seni memukul atau cara memadukannya,” ujar pria hitam manis yang sudah malang-melintang di dunia seni tabuh.

Rundu juga cukup bangga dengan keikut sertaan sekehanya di ajang PKB, ini membuktikan bahwa Sekeha Gong Jaya Kusuma Banjar Gladag Pedungan masih eksis hingga sekarang. Pada sesi kedua sekeha ini membawakan empat buah tarian diantaranya tari kebyar trompong, nelayan, oleg tamulilingan dan satu lagi sebuah tari penyambutan garapan baru yang diberi nama “Candani” . Didukung oleh sederetan penari-penari muda usia yang bernaung dibawah Sanggar Tari Kumara Jaya, keempat tarian tersebut mampu dibawakan cukup sempurna.

Pada sesi terakhir,Sudarna salah seorang dari sekian pembina yang hadir diadulat untuk menyampaikan hasil evaluasinya. Menurutnya, manusia tidak ada yang sempurna untuk itu penampilan sekeha kali ini juga tidak luput dari ketidak sempurnaan tersebut. Seperti; Ia mencontohkan, tukang trompong hendaknya jangan tergesa-gesa mengambil lagu ada ritme yang harus dikuti. Pengugal juga demikian, harus mampu menjadi pemimpin dalam mengambil lagu atau nada dan memperhatikan kapan saatnya nincap dan kapan saatnya melambat. Namun secara keseluruhan menurut Sudarna sudah bagus, ujarnya.

Sementara Alit Arini menyoroti dari sisi gerak tari, dimana menurutnya semua penari sudah mampu membawakan dengan baik. Cuman jangan lupa tambahnya, inti dari semua tarian tersebut adalah ekspresi dan penjiwaan. Jika ini bisa dilakukan tentu tarian yang dibawakan akan terasa hidup dan yang menontonpun akan  merasa senang, jelasnya. SDN-MB