kabinet jokowi

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan dorongan adanya perombakan atau “reshuffle” terhadap Kabinet Kerja dari berbagai pihak adalah bukti kekecewaan publik pada enam bulan pertama pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

“Meskipun ‘reshuffle’ juga bisa saja menjadi penanda kulminasi kontestasi politik partai-partai, khususnya partai pendukung pemerintahan, untuk berebut jabatan,” kata Hendardi melalui pesan elektronik yang diterima di Jakarta, Jumat (8/5).

Menurut Hendardi, aspirasi adanya perombakan kabinet juga muncul karena adanya fakta sejumlah menteri yang tidak menunjukan prestasi memuaskan.

Karena itu, daripada memperpanjang daftar kekecewaan, Hendardi mengatakan perombakan kabinet merupakan salah satu alternatif untuk mengonsolidasikan kekuatan politik dan meningkatkan kinerja pemerintah.

“Namun, ‘reshuffle’ bukan obat penawar segalanya. Bila kepemimpinan Jokowi tidak berubah, maka ‘reshuffle’ juga akan sia-sia dan tidak akan mampu meningkatkan kinerja pemerintah,” tuturnya.

Hendardi mengemukakan salah satu penyebab rendahnya kinerja pemerintahan yang perlu diingat adalah kepemimpinan Jokowi yang lemah.

Wacana perombakan kabinet semakin menguat dan mendapat dukungan beberapa pihak, termasuk dari parlemen.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mendukung apabila Presiden Joko Widodo melakukan evaluasi dan perombakan Kabinet Kerja.

“Evaluasi tentunya harus dilakukan jika presiden menilai kinerja para menterinya tidak bisa berjalan sesuai yang diharapkan dan supaya pemerintahan bisa berjalan lebih efektif dan bermanfaat untuk terjadinya upaya perbaikan,” ucap Fahri Hamzah.

Dia mengatakan, pengangkatan dan pemberhentian menteri merupakan hak prerogatif presiden. Di samping hak, presiden juga memiliki kewajiban untuk mengevaluasi kinerja para menterinya.

“DPR mendukung pemerintah untuk melakukan itu agar pemerintah berjalan lebih baik, termasuk jika harus me-‘reshuffle’ kabinet,” ujarnya. AN-MB