Foto: Jero Komang Gede Subudi, seorang aktivis lingkungan sekaligus Ketua Umum dan Pendiri Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH).

Denpasar (Metrobali.com)-

Alam Bali, dengan segala keindahannya yang memukau, kini berada di ambang kerusakan yang tak terelakkan. Dari pegunungan yang megah hingga tebing-tebing yang menjulang di tepi pantai, setiap sudutnya kini diancam oleh pembangunan yang tak terkendali dan investasi yang sering kali mengabaikan keseimbangan alam. Pulau yang dulu menjadi surga dunia, kini menghadapi kenyataan pahit bahwa warisannya bisa saja hanya tinggal kenangan.

Di tengah suasana ini, Jero Komang Gede Subudi, seorang aktivis lingkungan sekaligus Ketua Umum dan Pendiri Badan Independen Pemantau Pembangunan dan Lingkungan Hidup (BIPPLH), menyuarakan keprihatinannya. Seusai menghadiri Sidang Paripurna di DPRD Bali pada Senin, 19 Agustus 2024, ia dengan tegas menyatakan pentingnya hadir seorang pemimpin yang serius dalam menjaga keutuhan alam Bali. Baginya, pelestarian alam harus berjalan seiring dengan pelestarian budaya, karena keduanya adalah nyawa dari Pulau Dewata.

Subudi, yang juga dikenal sebagai pembina Yayasan Bakti Pertiwi Jati, sebuah lembaga yang bergerak dalam pelestarian warisan budaya, menegaskan bahwa pemimpin Bali masa depan harus memiliki komitmen kuat dalam menjaga kekayaan budaya yang adiluhung. Baginya, budaya Bali bukan hanya sekadar peninggalan, tetapi sebuah identitas yang harus terus dipelihara dengan sepenuh hati.

“Saya berharap, pemimpin Bali ke depan adalah sosok yang mampu menjaga dan melestarikan budaya kita yang sangat agung ini. Warisan budaya yang masih tersisa, meski ada yang terabaikan, harus dijaga dengan sungguh-sungguh,” ucapnya penuh harap.

Tokoh dan aktivis lingkungan yang akrab disapa Jero Gede Subudi itu pun menyoroti pentingnya menjaga keaslian alam Bali, baik di pegunungan yang sejuk maupun di pantai yang eksotis. Menurutnya, tebing-tebing yang menjadi bagian integral dari lanskap Bali tidak boleh sembarangan dipotong atau dirusak demi kepentingan pariwisata. Setiap tebing, setiap lekukan alam, adalah bagian dari budaya Bali yang harus dilestarikan.

“Di gunung, tebing-tebing itu tak boleh sembarangan dipangkas hanya demi akomodasi pariwisata. Demikian pula di pantai, tebing-tebing itu adalah bagian dari budaya kita yang harus dijaga,” tegasnya dengan nada penuh kepedulian.

Subudi dengan tegas mengecam praktik-praktik kompromi yang mengorbankan lingkungan. Ia menyatakan dengan lantang bahwa tidak ada ruang untuk negosiasi yang merugikan alam Bali. Baginya, pejabat yang terlibat dalam perusakan lingkungan adalah pengkhianat terhadap warisan Bali.

“Tidak boleh ada kompromi! Pejabat dan pemimpin yang membiarkan negosiasi merusak lingkungan harus kita kutuk. Saya dan seluruh aktivis akan berdiri teguh melawan pejabat yang tak peduli terhadap kelestarian alam Bali,” ujarnya dengan nada tegas yang tak terbantahkan.

Menutup pernyataannya, Subudi mengingatkan bahwa menjaga Bali adalah tugas bersama yang harus dilakukan dengan komitmen penuh. Ia optimis, pemimpin Bali yang akan datang memiliki kredibilitas untuk memimpin pulau ini menuju masa depan yang lebih baik, di mana alam dan budaya dapat hidup berdampingan dengan harmonis.

“Bali adalah tanggung jawab kita bersama. Dan saya yakin, pemimpin masa depan Bali mampu menjaga dan melestarikan segala yang kita miliki. Saya melihat, calon-calon pemimpin kita saat ini sangat kredibel untuk membawa Bali menuju arah yang lebih baik,” pungkasnya, menutup perbincangan dengan keyakinan yang kuat. (wid)