Denpasar (Metrobali.com)-

Perilaku poligami selalu hangat di tengah kehidupan masyarakat. Hal ini pun cukup mampu menggugah daya kreatif dosen pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Ni Wayan Suratni. Pasalnya, dia secara khusus menggarap pertunjukan seni budaya dalam bentuk drama gong inovasi bertema poligami. Untuk memenuhi persyaratan gelar Magister Seni pada Program Studi Penciptaan Seni, Program Pasca Sarjana pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Drama gong inovasi ini berdurasi 1 jam 15 menit dan mengangkat kisah tentang Prahara Kang Ching Wie yang teraniaya oleh kecongkakan Dewi Danu. Garapan pertunjukan seni budaya ini menyangkut pertaruhan harga diri, kesetiaan, serta kesamaan hak dan lainnya dari sosok Kang Ching Wie yang sangat teguh dengan prinsip kehidupannya, sebagai istri seorang raja yang diduakan.

Diharapkan, pertunjukan seni budaya ini mampu menginspirasi publik tentang dampak positif dan negatif dari perilaku poligami di tengah kehidupan masyarakat kekinian dalam mencapai kehidupan yang lebih baik dan menyejahterakan, serta menguatkan rasa solidaritas dan rasa gotong royong.

Kepada koran ini, Jumat (4/10) kemarin, Ni Wayan Suratni, yang akrab disapa Luh Belong mengatakan bahwa garapan pertunjukan seni budaya dari drama gong inovasi ini merupakan pengembangan drama gong tradisional yang dikemas berbeda dan lebih mengutamakan integrasi antara pemain inti, cerita dan masyarakat.

Maka itu, katanya, pertunjukan seni budaya ini diselingi atraksi mepeed, ngelawang, dan lainnya dengan iringan gamelan baleganjur dan semara pagulingan saih pitu oleh sanggar Bona Alit Gianyar, yang dipadukan dialog verbal mebasa Bali dan bahasa Kawi untuk tokoh Raja Jaya Pangus dan Dewi Danu sebagai inovasi dalam retorika.

“Intinya, garapan pertunjukan seni budaya ini sebagai upaya merevitaliasi drama gong tradisonal yang kian terpinggirkan. Dalam upaya meningkatkan pelestarian dan pengembangan kebudayaan bangsa di masa depan,” tegasnya. IJA-MB