Seniman Nyoman Erawan Gelar Pameran Tunggal
Setahun yang lalu Erawan juga memamerkan karya kanvasnya di Galeri Tony Raka, Ubud.
Menurut dia, 10 lukisan sisanya terdiri atas empat lukisan dengan media cat air pada kertas dan flat aluminium, lima lukisan dengan media cat air pada kanvas dan sebuah karya instalasi.
Pameran tunggal yang digelar kali ini merupakan yang kesembilan karena sebelumnya alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang baru saja meluncurkan buku berjudul “Salvation of the Soul” sukses menggelar pameran di tingkat nasional dan internasional.
Bagus Prasetyo menilai sosok Erawan dalam proses penciptaan seni lukis kali ini berbeda dengan kebiasaan yang ditekuninya pada era 1980-an yang memanfaatkan pencapaian personalnya sendiri yang gemilang dan melakukan strategi seni rupa kontemporer.
“Erawan berani melakukan terobosan kreatif baru, yakni dengan sengaja meminjam atau mengerjakan ulang karya seni yang sudah terlebih dulu ada, lukisan-lukisan lama karyanya sendiri,” tutur Bagus Prasetyo.
Ia menjelaskan, praktek pemimjaman itu lazim disebut “apropriasi”. Dalam khazanah seni rupa kontemporer dunia, seni “apropriasi” muncul pada era tahun 1970-an mencapai puncaknya pada tahun 1980-an dan memulai memasuki fase baru.
“Pada abad ke-21 “apropriasi” semakin dipandang penting di semua tataran kancah seni rupa, baik dalam produksi seni rupa, praktek kuratorial, kritik seni rupa atau teori seni rupa,” ujar Bagus Prasetyo. INT-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.