Jembrana (Metrobali com)
Dalam setiap pertujukan mungkin jarang bahkan hampir tidak pernah ditemukan seniman memainkan empat alat musik sekaligus. Namun ini dilakoni Ketut Kandra (82) seniman asal Banjar Pangkung Languan, Desa Yehsumbul, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.
Dalam.setiap pementasan ia mampu memainkan tiga alat musik gamelan seperti gong, kempli dan kempul serta suling dari bambu. Ini disebabkan kelompok seni tempatnya bergabung kekurangan penabuh (personil).
Kecintaannya terhadap seni tabuh Bali sudah tidak diragukan. Bahkan ia rela meninggalkan pekerjaan jika kelompok seninya diundang untuk tampil.
Ketut  Kandra yang beristrikan Ni Wayan Larmi (78) memiliki empat orang putri yang kesemuanya susah menikah dan dua diantaranya meninggal. Dalam keseharian ia bekerja sebagai buruh tani. Selain memelihara sapi milik orang lain. Ia juga kerap diminta membersihkan kebun milik warga sekitar dengan upah seadanya.
Ketut Kandra tergolong warga kurang mampu. Ia bersama istrinya menempati rumah yang dibangun di atas tanah milik orang lain. Beruntung, pihak desa memberikan bantuan berupa dana perbaikan sehingga rumah yang ditempati lebih layak.
Menurut Ketut Kandra, seni tradisional khususnya seni tabuh ditekuni secara otodidak sejak berusia 8 tahun. Menginjak usia 16 tahun ia kemudian bergabung dengan kelompok seni di desanya, seperti sekeha gong, angklung, joget bumbung, janger dan drama gong.
Kiprahnya di dunia seni tabuh mampu mengantarkan Desa Yehsumbul meraih Juara 1 lomba Joged Bumbung Tingkat Kabupaten. Dan sebagai bentuk apresiasi selanjutnya dibangun patung Joged Bumbung yang hingga kini berdiri kokoh di desanya.
“Waktu itu sekitar tahun enam puluhan ada lomba Joged Bumbung antar desa. Astungkara, Joged Bumbung desa kami menang juara I” terangnya.
Kemahirannya dalam memainkan seni tabuh, ia kerap diajak bergabung untuk pentas oleh sekeha dari luar desanya dengan imbalan Rp.100 ribu untuk sekali tampil. “Sehari menabuh saya dapat seratus ribu. Tapi bukan upah yang menjadi ukuran karena saya memang suka seni tabuh” ujarnya.
Karena kecintaanya terhadap seni tabuh atau gamelan, meskipun dibayar murah ia tetap melakoninya kendati usianya sudah sangat sepuh. Baginya menekuni dunia seni tabuh bukan untuk mencari harta, namun untuk melestarikan dan mencari keluarga (Nyama).
Perbekel Desa Yehsumbul I Putu Gede Diantariksa mengatakan, warganya bernama Ketut Kandra sudah sering berpartisipasi di desa khususnya di bidang seni tabuh.
“Saya sangat salut sama beliau. Meskipun usianya sudah sepuh dia selalu berkarya di dunia seni tabuh. Ini hendaknya menjadi contoh bagi generasi muda untuk melestarikan seni budaya Bali” ujarnya.
Diakuinya warganya itu tergolong kurang mampu. Pemerintah desa pernah memberikan bantuan dana perbaikan rumah. Sehingga rumah yang ditempatinya sekarang lebih layak. “Mudah-mudahan mendapat perhatian. Karena beliau benar-benar berkarya nyata di dunia seni tabuh tradisional Bali” harapnya. (Komang Tole)