PASEK (2)

DENPASAR (Metrobali.com)-

Nasib seniman Bali menjadi topik hangat yang dibahas dalam diskusi terbatas ‘Menakar Nasib Seni dan Seniman Bali’ yang diselenggarakan atas kerjasama DPD RI Perwakilan Bali dengan ISI Denpasar pada Selasa (8/12) bertempat di gedung Lila Sangraha kampus ISI Denpasar. Diskusi terbatas yang diikuti puluhan mahasiswa ini menghadirkan pembicara Senator DPD RI Perwakilan Bali Gede Pasek Suardika, Maestro Nyoman Gunarsa, tokoh lontar Bali Sugi Lanus, serta akademisi ISI Denpasar Kadek Suartaya.

Gede Pasek Suardika yang ditemui disela-sela diskusi mengatakan bahwa pihaknya sengaja mengambil tema yang kian terlupakan terkait nasib seni dan seniman Bali. “Belakangan ini tampaknya kehadiran pemerintah belum begitu maksimal, baik untuk seni maupun senimannya. Kesannya seniman jalan sendiri, dan ketika ia ingin hidup pun, tak dibantu masa inkubasinya oleh pemerintah,” jelasnya.

Salah satu hal yang dikritisi Pasek Suardika adalah pengelolaan Art Centre yang esensinya sebagai Taman Sarinya seniman, yang kini sudah berubah menjadi ladang bisnis. Terlebih dengan wacana, Art Centre akan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Pasek Suardika dengan tegas menyatakan tidak setuju. “Yang saya tahu dari awal dan tanya langsung dari penggagasnya, Art Centre itu dibuat untuk jadi Taman Sari bagi seniman Bali. Harusnya pemerintah hadir untuk membebaskan para seniman menggunakan Art Centre sebagai tempat berkesenian. Tapi faktanya, kita lihat justru lebih banyak kepentingan bisnis. Semua harus bayar,” ungkapnya.

Menurut Pasek, Bali tidak akan bangkrut hanya jika para seniman yang memanfaatkan Art Centre dibebaskan dari bayar membayar. “MBok ya untuk seniman gak usah bayar. Bali juga gak akan bangkrut. Toh juga pariwisata budaya hasilkan duit cukup banyak. Kenapa gak anggaran PHR dipakai mensubsidi seniman,” ujarnya heran.

Ditambahkan Pasek, bahwa seniman membutuhkan tempat melatih diri dan berkarya. Namun jika untuk tempat saja harus bayar, bagaimana nasib seniman Bali kedepan. “Belum lagi ketika menari dapat fee Rp 100 ribu, 60% nya harus diserahkan ke guide. Gimana seniman Bali bisa hidup kalau seperti ini terus,” Pungkasnya. AW-MB