Foto: Suasana acara “Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali” sebagai bentuk dukungan Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali kepada karya perempuan Bali dan mensosialisasikan “Berkebaya Anti Ribet.”

Denpasar (Metrobali.com)-

Lihatlah sebuah ruangan yang dipenuhi oleh keindahan seni dan budaya, di mana kanvas-kanvas besar menampilkan lukisan-lukisan penuh warna, hasil karya seorang maestro perempuan Bali bernama Rosi yang telah menaklukkan dunia.

Di tengah ruangan tersebut, tampak para perempuan Bali yang anggun, mengenakan kebaya nasional yang memancarkan pesona jati diri perempuan Indonesia. Motif-motif kebaya yang dikenakan para perempuan ini selaras dengan warna-warna yang digunakan dalam lukisan-lukisan Rosi, menciptakan harmoni visual yang menakjubkan.

Pemandangan menggugah hati itulah yang tersaji ketika Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali memberikan support kepada perempuan Bali melalui acara “Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali” yang digelar di Puri Tempo Doeloe Boutique Hotel Sanur Denpasar dan pameran dibuka bertepatan dengan peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia pada Sabtu 17 Agustus 2024.

Pameran “Art Exhibition Warna Rosi” ini dibuka resmi oleh tokoh Bali dari Puri Satria Denpasar Cok Ratmadi dengan menggoreskan jari telunjuk di atas canvas bersama para tamu VIP yang hadir. Lalu lukisan yang dibuat bersama ini dilanjutkan oleh Rosi dan di akhir acara, lukisan karya bersama ini dilelang. Menariknya yang memenangkan lelang lukisan ini adalah Ketua PBI Bali Dr. Gung Tini Gorda senilai satu setengah juta rupiah.

Acara pameran lukisan karya pelukis perempuan Bali bernama lengkap Ni Nyoman Rosita Ujianti Rosi ini akan berlangsung hingga 19 Agustus 2024. Dukungan PBI Bali ini melalui acara “Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali” dengan pesan “Berkebaya Anti Ribet” mengajak para perempuan peserta dan pengunjung pameran untuk mengenakan kebaya nasional, menunjukkan identitas jati diri perempuan Indonesia sekaligus memberikan dukungan dan apresiasi atas hasil karya luar biasa dari perempuan Bali seperti Rosi.

Melalui Art Exhibition Warna Rosi, salah satu pelukis asal Bali yang menetap di Strasbourg, Prancis dan sukses berkarya di Perancis ini memamerkan karya lukisnya yang bisa dinikmati tidak hanya para pecinta karya seni lukis tapi oleh masyarakat Bali secara umum termasuk para wisatawan asing yang berkunjung ke Pulau Dewata.  Karya-karya yang dihasilkan Rosi mencerminkan perasaan mendalam dan semangat hidup yang dipengaruhi oleh dua budaya yang berbeda, Indonesia dan Prancis.

Para perempuan yang mengenakan kebaya nasional dalam acara “Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali” melangkah dengan penuh percaya diri, membuktikan bahwa kebaya bukan sekadar pakaian tradisional, melainkan sebuah simbol kekuatan, kecantikan, dan identitas. Dengan dukungan dari PBI Bali, kebaya yang dulu mungkin dianggap ribet, kini menjadi simbol modernitas yang anggun dan praktis, menggugah kekaguman setiap mata yang memandang.

Dukungan PBI Bali dalam acara ini juga sebagai bagian upaya bersama-sama menggaungkan kebaya nasional dan memperjuangkan kebaya Indonesia Goes to UNESCO. Dukungan ini adalah keberlanjutan dari program Kebaya Goes To Campus yang perdana dilaksanakan di Undiknas Denpasar.

Acara juga diisi dengan talk show “Berkebaya Anti Ribet dalam Kegiatan Art Exhibition Warna Rosi” yang menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Ketua PBI Bali Dr. Gung Tini Gorda, Ketua Bidang Pendidikan PBI Bali I Gusti Ayu Agung Mirah Maheswari, Ketua Dharma Wanita Persatuan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VIII Bali NTB Gusti Ayu Ngurah Eva Intan Swandhewi, Rektor Universitas Ngurah Rai (UNR) Prof. Dr. Ni Putu Tirka Widanti, Direktur LBH Bali Women Crisis Centre (BWCC) Ni Nengah Budawati, serta sahabat Rosi yang juga pengamat budaya dan kartunis Bali Jango Pramartha.

Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali Dr. Gung Tini Gorda dalam sesi talk show mengatakan, tujuan dari program Kebaya Goes To Campus yang perdana dilaksanakan di Undiknas adalah untuk membudayakan pemakaian kebaya agar tidak dianggap ribet, terutama di lingkungan pendidikan seperti sekolah dan kampus. Menurutnya, kebaya sudah sangat identik dengan Bali, sehingga meskipun tidak dikampanyekan, kebaya tetap menjadi bagian dari budaya Bali.

Lebih lanjut Gung Tini Gorda mengatakan, tepat di peringatan Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 2024, program Kebaya Goes To Campus tersebut kembali mempertemukan pihaknya dengan Rosi, pelukis perempuan yang sukses berkarya di Prancis. “Kami berharap, melalui momentum perayaan HUT RI ke 79 ini, kaum perempuan dapat benar-benar merdeka dari segala bentuk kekerasan dan mendapatkan kesetaraan gender,” ujarnya.

Gung Tini Gorda juga menyampaikan kebanggaannya terhadap Rosi, yang meskipun telah 23 tahun tinggal di Prancis, tetap memilih untuk tidak menjadi Warga Negara Asing (WNA). Gung Tini Gorda menekankan betapa pentingnya memiliki karakter yang kuat dan tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan luar.

Ia mengungkapkan bahwa kehadirannya dalam acara Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali, meskipun harus meninggalkan agenda padatnya, adalah karena ia melihat betapa pentingnya keteguhan dalam mempertahankan identitas. Gung Tini Gorda mengibaratkan Rosi sebagai “bunga teratai” yang meskipun dikelilingi lumpur dan air, tetap tidak terkontaminasi.

“Meski banyak orang yang tinggal lama di luar negeri memilih menjadi WNA, Rosi tetap setia sebagai warga negara Indonesia, dan tentunya harus menjadi inspirasi bagi banyak orang,” katanya.

Gung Tini Gorda juga menyoroti bahwa dalam sebuah kehidupan, seni berkolaborasi dan bersinergi adalah hal penting. Ia menggambarkan bagaimana meskipun dalam lukisan terdapat berbagai warna, namun semuanya terhubung oleh garis yang tegas, menciptakan harmoni dan keindahan. Menurutnya, hal ini mencerminkan esensi perempuan yang mampu beradaptasi dalam kolaborasi dan sinergi tanpa kehilangan identitasnya.

Begitupun juga dalam acara Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali yang sukses terselenggara berkat adanya kolaborasi dan sinergi. Dalam artian berbeda-beda tetap satu frame dan menjadi keindahan. Dan itulah perempuan sebenarnya.

Pelukis perempuan asal Bali, Rosi, berbagi kisah tentang perjalanan awal karirnya sebagai pelukis hingga berkarya di Perancis. Sejak kecil, Rosi sudah menunjukkan bakat dalam melukis, meskipun pada awalnya kegemarannya tersebut hanya terbatas di lingkungan keluarganya.

Setelah lulus SMA, seorang guru ekstrakurikuler memperhatikan karya-karya Rosi dan menganjurkannya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah seni rupa di Yogyakarta. Namun, rencana tersebut tertunda karena orang tua Rosi tidak setuju, dan dia melanjutkan studi di Universitas Widiagama Malang, jurusan akuntansi.

Setelah lulus, Rosi bekerja di sektor perhotelan di Maladewa. Dari pekerjaan tersebut, Rosi berhasil mengumpulkan dana untuk membeli alat-alat lukis yang dibutuhkan. Awalnya, lukisan-lukisan Rosi hanya dianggap sebagai hobi, namun beberapa teman mulai tertarik dan ingin membeli karyanya. Meskipun ragu, Rosi akhirnya mulai serius menekuni seni lukis.

Perjalanan Rosi membawa dirinya ke Prancis, di mana dia mulai mengekspresikan hasrat seninya secara penuh. Karya-karyanya menarik perhatian para tamu di salon tempatnya bekerja, hingga ada yang membeli lukisannya. Dari situ, Rosi mulai menghasilkan karya yang lebih besar.

Karirnya semakin berkembang  ketika dia mendapat sponsor untuk pameran pertamanya di Strasbourg. Selanjutnya, ia mendapat dukungan dari Kedutaan Indonesia di Paris untuk pameran di Hotel RÉGENT PETITE FRANCE, serta berbagai pameran lainnya di hotel-hotel ternama.

Pada tahun 2023, Rosi terpilih sebagai salah satu pelukis yang berkesempatan mengadakan pameran di Gedung Agora, Konsulat Eropa. Rosi mengungkapkan bahwa ia menggunakan teknik melukis dengan jari, karena merasa ada sentuhan langsung dari jiwanya dalam proses tersebut. Dengan energi positif yang ia rasakan, Rosi terus menghasilkan berbagai karya seni lukis.

Rosi berharap karyanya dapat menjadi motivasi bagi seniman lain untuk terus berkarya dan membanggakan Indonesia di kancah internasional. “Jika orang lain bisa sukses, maka siapa pun juga bisa mencapai hal yang sama dengan keyakinan dan ketekunan,” kata Rosi.

Sementara itu dalam sesi talk show, Rosi mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada sejumlah tokoh yang hadir dan memberikan dukungan dalam acara tersebut.  Secara khusus Rosi juga mengucapkan terima kasih kepada Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Provinsi Bali, Dr. Gung Tini Gorda.

Dia mengenang pertemuan pertama mereka yang berkesan dalam acara Kebaya Goes To Campus di Undiknas di mana meskipun tidak saling mengenal, Gung Tini Gorda menunjukkan kehangatan dan energi positif yang kuat. “Saya terinspirasi oleh energi tersebut dan berharap suatu saat dapat menciptakan karya yang merefleksikan semangat dan energi yang saya rasakan dari Ibu Gung Tini Gorda,” pungkasnya.

Ketua Dharma Wanita Persatuan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VIII Bali NTB Gusti Ayu Ngurah Eva Intan Swandhewi mengungkapkan dukungannya terhadap pameran yang diselenggarakan oleh Rosi, seorang pelukis perempuan asal Bali yang telah meraih kesuksesan di Prancis. Rosi, yang kembali ke Indonesia untuk mengadakan pameran di Bali, dinilai telah memberikan inspirasi bagi perempuan Indonesia, khususnya perempuan Bali, untuk terus berkarya.

Dalam pamerannya, Rosi kebanyakan membuat lukisan bertema bunga yang mencerminkan filosofi Tri Hita Karana, yaitu keselarasan antara manusia dan alam. Swandhewi berharap Dharma Wanita dapat menjadikan pameran ini sebagai inspirasi untuk terus berkarya demi keluarga dan bangsa.

Salah satu narasumber dalam talk show, Ketua Bidang Pendidikan PBI Bali I Gusti Ayu Agung Mirah Maheswari menyatakan apresiasinya terhadap eksibisi yang dilakukan oleh Nyoman Rosi, seorang perempuan Bali yang berkiprah dalam seni di Prancis. Ia menegaskan bahwa kiprah Nyoman Rosi patut dihargai dan diharapkan dapat menjadi contoh, terutama dalam kaitannya dengan upaya menetapkan Hari Kebaya Nasional dan mencatatkan kebaya sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.

Selain itu, Mirah Maheswari berharap bahwa melalui seni dan karya Nyoman Rosi sebagai pelukis dengan teknik jari, seni dan budaya Bali, serta budaya berkebaya Indonesia, dapat terus dikenal dan diapresiasi di kancah internasional. Organisasi Perempuan Berkebaya Indonesia Provinsi Bali mendukung sepenuhnya upaya tersebut.

Rektor Universitas Ngurah Rai (UNR), Prof. Dr. Ni Putu Tirka Widanti juga mengungkapkan kekagumannya terhadap Rosi. Menurutnya, Rosi adalah contoh nyata bagaimana perempuan Bali dapat menggugah dunia dengan karya-karyanya yang mengandung energi positif dan semangat kebersamaan. Ia mengajak semua yang hadir untuk tidak mengabaikan hal-hal sederhana dalam hidup, karena dari tindakan-tindakan kecil inilah dampak besar bisa tercipta.

Ni Nengah Budawati, Direktur LBH Bali Women Crisis Centre, menekankan pentingnya peran seni dalam menyuarakan isu-isu sosial. Ia mengajak Rosi untuk menjadikan karya-karyanya sebagai media kampanye melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bagi Budawati, seni adalah kekuatan yang mampu menggugah kesadaran dan menggerakkan perubahan.

Sementara itu sahabat Rosi yang juga pengamat budaya dan kartunis Bali Jango Pramartha mengagumi betapa kuatnya cinta Rosi terhadap tanah air, yang tercermin dalam karya-karyanya yang memadukan nuansa nasionalisme dengan sentuhan internasional.

Jango menambahkan bahwa ia melihat potensi besar bagi Kebaya Bali untuk dipamerkan di luar negeri. Ia mengusulkan agar Rosi dapat menjadi jembatan untuk membawa Kebaya Bali ke ajang internasional, seperti peragaan busana di Paris. Dengan demikian kekayaan budaya Bali dan Indonesia pada umumnya bisa semakin mendunia.

Melalui acara “Berkebaya Dalam Art Exhibition Warna Rosi Perempuan Bali” ini bukan hanya keindahan lukisan yang dirayakan, tetapi juga kebaya sebagai warisan budaya yang tak lekang oleh waktu. Perempuan Berkebaya Indonesia Provinsi Bali, melalui kolaborasi yang solid dengan spirit Sinergi PangPadePayu, mendukung penuh upaya menjadikan kebaya sebagai simbol budaya nasional yang diakui dunia.

Seperti bunga teratai yang tetap murni di tengah lumpur, perempuan Bali, melalui kebaya dan seni, menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bisa beradaptasi, berkolaborasi, dan bersinergi tanpa kehilangan jati diri. Di sinilah letak keindahan yang sesungguhnya. (wid)