semara pagulingan badung

 

 MEMASUKI hari ke-6, pada Jumat (17/7) malam peragaan dan pementasan seni budaya, Bali Mandara Mahalango ke-2 tahun ini terkesan masih cukup semarak. Pengunjung, yakni para pencinta seni budaya terlihat tumpah ruah di areal UPT Taman Budaya (arts centre) Bali, Denpasar, terutama di Kalangan Ratna Kanda.

Bahkan, sejumlah stand kuliner dan stand pameran pun mulai terlihat memajang produknya, meskipun belum semuanya. Maklum, sebagian masih tampak tutup, karena terkait  suasana hari raya Galungan dan Idul Fitri.

Duta kesenian yang dapat giliran tampil, yakni sekaa Semara Pagulingan, Desa Adat Tegal, Darmasaba, Badung. Mereka membawakan sekitar tiga macam tabuh klasik, dan sebuah tarian Legong Kuntul. Sebagai sajian pembuka, duta seni kabupaten Badung ini membawakan tabuh Pisan, yang merupakan tabuh penyambutan selamat datang.

Disusul tabuh Gambang, yang mengisahkan I Cupak sedang galau karena merasa malu dan minder dengan kekurangan fisiknya yang kurang tampan saat hendak bersanding dengan Putri Raja Gobag Wesi, sebagai hadiah atas jasanya yang telah mengalahkan musuh bebuyutan Puri Gobag Wesi. 

Kemudian, dilanjutkan dengan tabuh Bremara, yang mengisahkan tentang cerita Ramayana terutama terkait perlawanan burung Jatayu dalam menyelamatkan Dewi Sita saat hendak diculik oleh Prabu Rahwana.

Hampir setengah jam lebih, telinga penonton dibius dengan alunan tembang semara pagulingan klasik yang sangat dinamis dan harmonis. Namun, mereka rupanya tetap setia menunggu sampai dengan sajian pemungkas berupa tarian Legong Kuntul, yang mengisahkan tentang gejolak kasmaran Kedis Kokokan dalam sebuah taman.

Terlihat empat penari gadis, pelajar SMP dan SMA sederajat dengan sangat enerjik meliuk-liukan tubuhnya sembari menebar senyum memesona menarikan tarian Legong Kuntul dalam iringan gamelan semara pagulingan yang dinamis dan harmonis.

Para panari Legong Kuntul tersebut di antaranya Ni Kadek Pani Dwi Pratiwi, Ni Kadek Cahyani, Ni Made Novi Suastini, Ni Wayan Alika Bira Gandhi. Sedangkan, penata tarinya, yakni Ni Putu Indah Yuniari, dan penata karawitan Wayan Agus Adi Putra.

Bendesa Adat Tegal, yang juga koordinator sekaa semara pagulingan duta seni kabupaten Badung, Made Lipur mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan, sehingga bisa turut tampil memeriahkan peragaan dan pementasan seni budaya, Bali Mandara Mahalango ke-2 tahun ini. “Semoga bisa berlanjut di tahun mendatang, sebagai wahana kreativitas berkesenian bagi para pelaku seni budaya (seniman) secara berkesinambungan,” tandasnya.

Sajian seni pertunjukan semara pagulingan ini memang mendapatkan apresiasi positif dari pengunjung, para pencinta seni, tapi sayangnya terkesan minim inovasi, sehingga terkesan monotun. Tak pelak, kinerja tim kurator, yang bertugas mengurasi duta seni setiap kabupaten/kota yang tampil dalam peragaan dan pementasan seni budaya, Bali Mandara Mahalango ke-2 tahun ini sepertinya patut dipertanyakan.

Menyikapi penampilan duta seni kabupaten Badung tersebut, patut dicatat bahwa penempatan gamelan terkesan kurang tepat, karena materi sajian yang disuguhkan dominan berupa karawitan. Semestinya, gamelan berada di depan panggung/stage bukan di samping. Dari segi tata cahaya (lighting) terkesan kurang terang dan tidak mampu memberikan kesan elegan sesuai slogan mahalango.

Selain itu, tata panggung juga terkesan kurang mendapatkan sentuhan inovasi yang memadai. Ini berarti manajemen stage belum sepenuhnya dapat mengatasi persoalan internal terkait kelengkapan peragaan dan pementasan seni budaya, Bali Mandara Mahalango ke-2 tahun ini.

Sejumlah fotografer profesional yang aktif mendokumentasikan setiap peragaan dan pementasan Bali Mandara Mahalango selama ini bahkan merasa kecewa sekaligus prihatin. Hal ini karena persoalan klasik seperti masalah sound system (tata suara) dan lighting (tata cahaya) yang sering terjadi dalam pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) masih terulang di ajang seni budaya Bali Mandara Mahalango ke-2 tahun ini. Sehingga, terkesan kurang ditangani secara serius.

Kepala Seksi Perfilman dan Perizinan, Dinas Kebudayaan (Disbud) Bali, Made Mahesa Yuma, yang juga koordinator peragaan dan pagelaran BMM ke-2 tahun ini mengakui memang sejumlah persoalan klasik yang terjadi belum sepenuhnya dapat diatasi. Untuk itu, pihaknya berjanji akan berupaya maksimal membenahi persoalan klasik tersebut secara bertahap dan diharapkan tahun depan tidak terulang lagi. WB-MB