Denpasar (Metrobali.com)

 

Pameran Bali Bangkit di laksanakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan selain sebagai upaya melestarikan kebudayaan leluhur berupa warisan kain tradisonal tenun endek, di harapkan mampu membangkitkan semangat berkarya bagi pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM) Bali sekaligus meningkatkan perekonomian di tengah pandemi.

“Menjaga keluhuran warisan budaya leluhur menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama, jangan sampai warisan budaya yang sedari dulu dipertahankan, rusak dan punah oleh kita selaku generasi penerus yang tidak mau melatih tangan untuk menenun. Semisal kita tidak mampu berkarya dengan mencipta kain tenun endek, setidaknyalah kita turut berpartisipasi membeli dan menggunakannya, sehingga regulasi permintaan penjualan kain tenun endek akan mempengaruhi kuantitas pembuatannya, mari kita mulai dari diri kita terlebih dahulu,” ungkap Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranasda) Provinsi Bali Ny. Putri Suastini Koster dalam sambutannya saat kegiatan Fashion Show serangkaian mengisi Pameran IKM Bali Bangkit Tahap III Tahun 2022, di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Art Center, Kamis (14/4).

Kegiatan ini bukan sekedar fashion show yang berlenggak-lenggok diatas panggung, namun ada multi efek baik secara internal maupun eksternal yang ditimbulkan. Dimana fashion ini melibatkan staf dan pegawai yang ada di OPD Pemerintahan Provinsi Bali, disini mereka dapat menumbuhkan suasana silaturahmi antara satu dengan lain. Secara psikologis akan tumbuh imun yang baik dalam tubuh karena peserta fashion show dapat menghias rambut, wajah dan tubuhnya (berbusana).

Secara eksternal, ini menunjukkan ASN peduli produk IKM tidak hanya dalam kata-kata namun secara nyata, karena kita secara langsung sudah membeli produk (kain dan riasan) yang dijual oleh pelaku IKM di pameran Bali Bangkit tersebut. Termasuk make up artis (MUA/ salon) juga mendapat imbas dari kegiatan fashion show ini. “Pameran ini juga mengajarkan kita semua untuk menggunakan pakaian sesuai pakem, baik saat penggunaan kebaya dan kain yang sesuai serta layak untuk digunakan dengan momentum (ke pura). “Silahkan menggunakan baju atau busana yang sesuai dengan tubuh kita, tetapi jangan sampai menjadi korban mode karena gairah menggunakan kain tenun tradisional sudah mulai meningkat,” imbunnya.

Dijelaskan Ny. Putri Koster, setiap penggunaan pakaian di tubuh memiliki filosofi masing-masing, salah satunya penggunaan selendang saat kita menggunakan kain saat ke pura. Dimana selendang memiliki filosofi pengendalian diri yang dimulai dari perut, sehingga mampu mengarahkan cara berpikir untuk lebih baik (penggunaan udeng/ ikat kepala). “Membedakan busana ke kantor dan busana ke pura itu terlihat pada kesimpelan yang ada. Namun harus tetap mengacu kepada tatanan norma, etika dan sopan santun”, imbuh Ny. Putri Koster. (RED-MB)