Oleh: Adian Napitupulu, Sekjen PENA 98

Setelah pertemuan dengan Presiden kemarin, banyak sekali pendapat, pandangan  komentar yang muncul. Ada yang positif, ada yang negatif.

Selama semua pro kontra itu berbasis data dan argumentasi logis, lebih bagus lagi jika pro kontra itu punya muatan ilmiah, dengan demikian Demokrasi sungguh menjadi sangat indah. Tetapi Demokrasi akan kehilangan keindahannya jika pro kontra lahir dari dukungan berlebihan yang irasional maupun kebencian.

Ini salah satu dari sekitar 5 atau 6 materi pembicaraan saya dengan Presiden, khususnya terkait dengan BUMN.

Setelah ngobrol tentang kondisi terkini, situasi Nasional, Corona, Pertanahan, PHK  di BUMN (Garuda, Aerofood dan INKA), Rencana penutupan sekitar 2000  kantor cabang Mandiri, UMKM dan beberapa hal lainnya, kemudian saya menyampaikan pada Presiden agar tidak mengambil opsi pemberian pinjaman Rp 8,5 Trilyun pada Garuda.

Kenapa demikian?  Karena menurut saya, pemberian pinjaman tidak ada dalam PP 23 tahun 2020. Artinya ketika negara memberi pinjaman pada Garuda maka pemberian pinjaman itu bisa melanggar PP 23 tahun 2020 dan tentunya juga melanggar UU induknya yaitu UU Nomor 2 tahun 2020.

Jika dipaksakan maka Garuda mungkin bisa selamat, pemegang saham non Pemerintah bisa selamat tapi Presiden, posisinya bisa “tidak selamat.”

Begini penjelasannya, Dalam PP 23 tahun 2020 hanya ada empat pilihan bagi pemerintah untuk melakukan penggelontoran anggaran dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional.

Pertama, PENYERTAAN MODAL NEGARA. Kedua, PENEMPATAN DANA. Ketiga, INVESTASI PEMERINTAH. Keempat, PENJAMINAN.

Bagaimana penjelasan keempat hal itu dalam PP adalah sebagai berikut :

1. PENYERTAAN MODAL NEGARA yang selanjutnya di singkat PMN adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau penetapan cadangan perusahaan atau sumber lain untuk di jadikan sebagai modal badan usaha milik negara dan / atau perseroan terbatas lainnya, dan di kelola secara korporasi.

2. PENEMPATAN DANA adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menempatkan sejumlah dana pada bank umum tertentu dengan bunga tertentu.

3. INVESTASI PEMERINTAH adalah penempatan sejumlah dana dan / atau asset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan / atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, social, dan / atau manfaat lainnya.

4. PENJAMINAN adalah kegiatan pemberian jaminan oleh penjamin atas pemenuhan kewajiban financial terjamin pada penerima jaminan.

Dari empat pilihan itu, maka secara peraturan yang ada,  peluang membantu Garuda hanya dimungkinkan dalam bentuk PENYERTAAN MODAL NEGARA atau dalam bentuk INVESTASI PEMERINTAH. Tidak ada kemungkinan bantuan lain pada garuda selain kedua hal tersebut.

Yang mengherankan kenapa Kementrian BUMN juga Keuangan sepertinya menolak apa yang ada dalam PP padahal itu menguntungkan negara. Kementrian BUMN dan Keuangan sepertinya memaksa agar bentuk bantuan harus Dana Talangan berikut hari disebut Pinjaman / hutang.

Saya mencoba mencari apa dasar hukum yang membuat kementrian BUMN maupun Kementrian Keuangan merasa yakin bahwa pemberian pinjaman pada garuda itu di mungkinkan dan punya dasar hukum. Kalau hanya berdasarkan pada PP 23 tahun 2020 jelas Pinjaman tidak masuk satu dari 4 pilihan tersebut di atas.

Lalu mungkin tidak Pinjaman diberikan? Kalau sekedar bicara mungkin atau tidak mungkin tentu bisa membuka debat kusir yang sangat panjang. Nah untuk keluar dari perdebatan ada baiknya kita mencari dasar hukum dalam UU maupun PP maupun Peraturan Menteri yang bisa menjelaskan lebih jauh tentang yang terkait dengan Investasi Pemerintah dan Pinjaman.

Rujukan saya adalah UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan PP no 08 tahun 2007 tentang Investasi Pemerintah serta Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 190/PMK.05/2011 tentang sistem akuntansi investasi pemerintah.

Dari UU, PP hingga Permenkeu tersebut menurut saya sekali lagi sangat jelas bahwa bantuan yang bisa di berikan pada Garuda tetap tidak bisa di kategorikan pinjaman melainkan masuk kategori Investasi yang berupa pembelian saham, obligasi, surat utang atau investasi langsung sebagai tambahan modal.

Di luar itu pilihan lainnya ya PMN (Penyertaan Modal Negara) dimana posisi Pemerintah adalah sebagai pemilik modal bukan sebatas pemberi pinjaman, tentunya dengan konsekuensi pemilik saham di luar pemerintah sahamnya akan terdelusi sementara komposisi saham Pemerintah semakin banyak, mungkin bisa naik dari 60 an % menjadi 75 % atau 90 % bahkan bisa lebih.

Bila hal itu terjadi maka harusnya Menteri BUMN dan Keuangan bangga dan senang jika Saham Negara bisa bertambah banyak di Garuda jadi baiknya para Menteri berjuanglah untuk PMN atau INVESTASI PEMERINTAH bukan untuk Pinjaman yang berpotensi melanggar PP 23 /2020 dan UU 2 / 2020.

Bagaimana respon Presiden saat saya menyampaikan hal itu? Presiden tidak marah, tidak menunjukan wajah kesal, Presiden mendengar, sembari membuat cukup banyak catatan dan berbicara menegaskan beberapa hal yang di rasa perlu.

Ketika pembicaraan telah berlangsung sekitar 60 hingga 70 menit dan seluruh percakapan telah selesai, saya pamit pada presiden dan Presiden berdiri lalu mengantar saya sampai ke pintu teras tempat Golf Car menjemput.

Lalu bagaimana jika Presiden mengambil keputusan lain yang berbeda dengan yang saya sampaikan? Menurut saya tugas saya adalah berbicara, mengingatkan, menyampaikan informasi. Bagaimana Presiden menggunakan dan menyikapi apa yang saya sampaikan, itu 100% hak Presiden.

Saya sebagai pendukung Jokowi dari saat ia maju sebagai Gubernur DKI, Pilpres 2014 maupun Pilpres 2019 memiliki kewajiban moral dan sejarah untuk menjaga agar Jokowi tidak terjerumus dalam peluang terjadinya pelanggaran terhadap PP 23/2020 dan UU.

Saya tidak perduli ada yang mau marah, kesal, ngebully, mengecam atau menyebar fitnah apapun. Bagi saya kepedulian tertinggi sebagai pendukung Jokowi, sebagi pemilih Jokowi, sebagai warga negara sebagai Rakyat Indonesia adalah memastikan uang negara untuk menyelamatkan negara dan Rakyat bukan untuk menyelamatkan saham swasta di Garuda.