“Selamat Datang” Bali Era Baru? Cirinya : Merusak Bentang Alam dan Spritual Pulau Bali
Poto : Bangunan mirip mall level 21 di kawasan pura Besakih, rencananya diresmikan Senin, 6 Maret 2023 di kawasan Pura Besakih
Denpasar, (Metrobali.com)-
Begitu memasuki gerbang Pura Besakih, kita akan melihat bangunan yang begitu mencolok. Tentu bangunanan ini lebih menonjol dari bangunan Pura Besakih yang sangat disucikan oleh umat Hindu seluruh Indonesia. Bangunan mall besakih yang menonjol ini tentu akan menyilaukan mata para pemedek yang tangkil ke Besakih. Inilah ciri Bali Era Bali yang sangat kita banggakan.
Menurut Ketua Forum Penyadaran Dharma Jro Gde Sudibya, Minggu (5 -3-2023) pembangunan Bali Era Baru di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster bercirikan sebagai berikut.
Pertama, rangkaian bangunan fisik dengan motif kepentingan ekonomi turistik dengan kecendrungan sekuler, menggantikan spiritualisme Besakih, sebagai Tempat Suci dan Monumen Peradaban Bali berbasis spiritualitas.
Dalam kasus proyek Besakih.
Di atas bangunan terpampang logo kementrian PUPR seperti pemerintah pusat terkesan telah mengambilalih Besakih? Konon bangunan tersebut rencananya diresmikan pada Senin, 6 Maret 2023: bangunan kombinasi tradisional (Pura Besakih dengan keberadaannya) dengan modern (mall, sinema (level 21), pertokoan, dll): menuju Bali Era Baru.
Ciri yang kedua, ambisi pusat kebudayaan Bali, di Desa Gunaksa Klungkung, menggerus Bukit Buluh, merusak lingkungan dan mengotori spiritualitas dari Jejer Kemiri Pura yang “diempon” oleh sekitar 7.000 KK.
Ciri ketiga, “Menerjang ” sawah hijau nan subur seluas 480 ha, “menabrak” kawasan hutan lindung, mengancam ekstensi sekitar 80 Subak, dalam proyek pembangunan model lama -Developmentalism-, mengejar pertumbuhan ekonomi, merusak lingkungan dan meminggirkan masyarakat lokal, dalam rencana proyek jalan tol Gilimanuk – Mengwi.
Menurutnya, ciri lainnya merusak bentang alam Den Bukit, “garis keseimbangan” alam yang membentang dari Bukit Wanagiri ( Pura Tirtha Yeh Ketipat) sebagai “Ukir” (Bukit/Gunung) sampai di Segara Penimbangan (Segara/Laut), yang digariskan oleh Ki Barak Panji Sakti, Raja Den Bukit (Buleleng sekarang), pendiri kota “Singa “Umbara” Raja, sekarang kota Singaraja, jika proyek ambisius menara turyopada di Desa Pegayaman, kecamatan Sukasada dibangun,” kata Jro Gde Sudibya. (Adi Putra)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.