wirausaha muda

Jakarta (Metrobali.com)-

Sejatinya negeri ini akan berdiri kukuh bilamana perekonomiannya ditopang oleh para wirausaha muda yang mandiri dan andal.

Sayangnya, hingga saat ini jumlah wirausaha muda yang ada belumlah cukup untuk mengangkat negeri ini menuju kancah negara dengan perekonomian lebih maju.

Namun, mimpi untuk melahirkan dan mencetak lebih banyak wirausaha muda tetaplah ada, apalagi ketika Gerakan Sejuta Wirausaha diluncurkan.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Koperasi dan UKM Prakoso Budi Susetyo mengatakan bahwa sejuta wirausaha akan membantu rakyat Indonesia mencapai kesejahteraan yang lebih memadai.

Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM menggandeng berbagai pihak, termasuk Junior Chamber International (JCI) Indonesia, untuk mencanangkan Gerakan Sejuta Wirausaha di Indonesia pada akhir Januari 2015.

“Untuk mencapai rasio 2 persen, kami memang harus melakukan kemitraan dengan banyak stakeholder, tidak bisa jalan sendiri-sendiri,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa program itu bertujuan memasyarakatkan kebiasaan berwirausaha di kalangan masyarakat.

“Pada dasarnya sama, yaitu ingin mencetak lebih banyak orang menjadi wirausaha pemula, dan yang sudah menjadi wirausaha pemula untuk dapat naik kelas,” katanya.

Prakoso menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan pendampingan bagi wirausaha pemula hingga ke daerah-daerah.

Guna mempercepat proses gerakan tersebut, beberapa asosiasi bisnis pun akan digandengnya.

Vice President JCI Indonesia Alexander Tio mengatakan bahwa gerakan kewirausahaan akan meliputi pelatihan kewirausahaan bagi individu-individu yang berminat menjadi wirausaha pemula atau yang sudah menjadi wirausaha pemula, termasuk di dalamnya pelatihan manajemen perusahaan.

“Dalam pelatihan itu, kami akan menggembleng mereka agar mampu menjadi wirausaha bermental dunia, terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang sudah di depan mata. Kita akan upgrade skill mereka hingga mampu menjadi wirausaha pemula yang tangguh dan independen,” katanya.

Junior Chamber International lebih menekankan pada pelatihan, lanjut Alexander Tio, karena ilmu itu bisa dipakai untuk selama-lamanya.

“Jangan sampai menjadi wirausaha yang hanya mampu berdiri pada saat ada bantuan atau insentif dari pemerintah saja. Kami akan sosialisasikan gerakan ini agar mereka menjadi wirausaha yang tangguh dan independen. Sasaran gerakan ini adalah pemuda di seluruh Indonesia. Program kami ini akan disinkronkan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM,” kata Alexander Tio.

Dengan jumlah 26 Chapter JCI yang tersebar di Jakarta, Bali, Yogyakarta, Solo, Semarang, Medan, Sumatera Barat, Surabaya, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.

Alexander Tio menegaskan bahwa JCI siap melakukan pendampingan bagi para wirausaha pemula di seluruh Indonesia.

Masih Butuh Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (A.A.G.N.) Puspayoga sendiri mengakui sampai saat ini Indonesia masih banyak membutuhkan dorongan untuk memacu pertumbuhan wirausaha baru.

“Menurut catatan kami, saat ini jumlah wirausaha Indonesia baru sekitar 3,87 juta wirausaha atau sekitar 1,56 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 248 juta orang,” katanya.

Untuk mencapai jumlah minimal 2 persen jumlah wirausaha dari total penduduk Indonesia, kata dia, Indonesia masih membutuhkan 1,09 juta wirausaha baru.

Untuk itulah pihaknya sangat mengharapkan peran seluruh pemangku kepentingan dalam memacu pertumbuhan wirausaha baru di berbagai pelosok Tanah Air.

“Saya berharap kita dapat bersama dapat ikut berperan dalam mewujudkan Nawacita ke-6, yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya,” katanya.

Selain itu, juga Nawacita ke-7, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Dengan keterlibatan generasi muda di Indonesia, Menteri menyatakan optimistis Indonesia dapat memanfaatkan kekayaan sumber daya alam maupun keanekaragaman budaya untuk menghasilkan pangan dan energi sebagai sumber kekuatan baru yang dapat menjamin ketahanan dan kedaulatan pangan dan energi.

“Kita harus terus berupaya bersatu padu dalam bergotong royong untuk membangun kekuatan bersama sehingga kita dapat menjadi bangsa yang berdaulat di bidang politik, mandiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan,” katanya.

Masalah Koordinasi Pengamat dan konsultan manajemen Dwinda Ruslan menilai masalah koordinasi menjadi faktor utama yang menghambat kesuksesan program penumbuhan wirausaha baru di Indonesia.

“Masalah kita sebenarnya ada pada koordinasi yang tidak berjalan dengan baik sehingga hampir semua kementerian dan lembaga mempunyai program kewirausahaan, tetapi tidak sinergi,” kata Dwinda Ruslan.

Ia mengatakan bahwa setiap tahunnya negara menyalurkan dana untuk anggaran program kewirausahaan pada setidaknya 17 kementerian dan lembaga.

Belasan kementerian dan lembaga itu mengembangkan program penumbuhan wirausaha baru, tetapi tidak terintegrasi satu sama lain.

“Karena tidak terkoordinasi, akhirnya outcome menjadi tidak jelas, bahkan nyaris tidak ada,” katanya.

Oleh karena itu, dia berharap program penumbuhan kewirausahaan diskemakan dengan lebih baik, misalnya dengan menunjuk satu kementerian sebagai koordinator dan pelaksana program.

Bahkan, kata Dwinda, idealnya semua program yang terkait dengan kewirausahaan harus terkoordinasi dalam satu sistem agar pelaksanaannya benar-benar sukses di lapangan.

Hal pertama yang perlu dilakukan, misalnya, membentuk training center yang dilengkapi dengan modul dan trainer yang telah memiliki standar khusus.

Setelah itu, kata dia, baru lembaga pembiayaan masuk, CSR, atau PKBL BUMN dikumpulkan menjadi satu. Sampai sekarang, hal ini belum pernah dijalankan.

“Jika hal itu telah tersedia, sistem penumbuhan wirausaha baru bisa berjalan dengan baik,” kata Dwinda Ruslan. AN-MB