Komisioner KPPAD Bali Ketut Anjasmara .

 

Denpasar (Metrobali.com)-

Bosan belajar di rumah dan kangen dengan teman-teman sekelas adalah kondisi fiskologis yang dialami anak-anak usia sekolah SD, SMP dan SMA selama menjalani masa belajar di rumah dengan system Daring (Online) selama masa waspada Covid-19 sejak Maret lalu. Mereka pun berharap bisa segera kembali belajar di sekolah seperti dulu. Hal itu terungkap dalam hasil survey yang dilakukan oleh sejumlah lembaga di Bali.

Seperti diketahui hampir 2 bulan pelajar SD, SMP dan SMA harus belajar dari rumah dengan system Daring sehingga sejumlah pengamat meyakini berdampak terhadap moral dan fsikologis bagi anak-anak yang sebelumnya mereka tidak duga sama sekali.

Bulan April 2020 ini beredar sejumlah survey media online menggunakan aplikasi Googel Form yang dilaksanakan oleh Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali yang membidangi perlindungan anak menyasar kalangan pelajar SD, SMP dan SMA di Bali.

Komisioner KPPAD Bali Ketut Anjasmara mengatakan, survey dilakukan mulai tanggal 10-17 appril 2020 dalam rangka memperoleh data yang representative tentang gambaran umum kondisi dan keberadaan anak-anak usia sekolah sekaligus melakukan edukasi pentingnya kewaspadaan diri terhadap Virus Corona melalui kuisioner. Lanjut Anjasmara survey juga dimaksudkan untuk memperoleh gambaran umum pelaksanaan pemenuhan hak anak-anak selama mejalankan aturan tinggal dan belajar dirumah dengan sisitem Daring. Hasi survey nantinya akan dijadikan acuan dalam menyusun kajian dan masukan kepada Pemerintah Daerah Bali untuk pengambilan kebijakan yang lebih terarah dan menyentuh kebutuhan anak khususnya pemenuhan dan perlindungan anak selama suasana Pandemi Covid 19, terangnya.

Selain KPPAD Bali, Komunitas Lubdaka Bali Partnership yang berkedudukan di Kab. Tabanan pada bulan April 2020 ini juga melakukan survey serupa secara online dengan target responden dari kalangan SD, SMP dan SMA di Bali. Kalau survey KPPAD Bali lebih menyoroti pemenuhan hak dan perlindungan anak saat belajar di rumah selama waspada Corona, Komunitas Lubdaka Bali lebih menyorot soal kajian sosial budaya menyangkut prilaku serta adaptasi anak-anak dan lingkungannya selama masa pandemi.

Pengurus Komunitas Lubdaka Bali Made Nurbawa dalam paparannya (Sabtu, 2/5/2010) mengatakan, faktor kejenuhan, ketertekanan, kehilangan masa bermain dan pergaulan dengan teman-teman sebaya diyakini akan berdampak fiskologi bagi anak usia sekolah terlebih mereka sedang masa pertumbuhan. Hasil Survey diharapkan dapat dijadikan acuan dalam merumuskan masukan kepada para pihak dalam menyusun pola adaptasi dan pemuliah paska pandemic, paparnya.

Hasil Survey dari kedua lembaga tersebut sama-sama menunjukan bahwa anak-anak kalangan pelajar ada rasa bosan selama belajar dirumah. Ada 11 pertanyaan yang disodorkan oleh KPPAD Bali dan mendapat respon sekitar 21.000 Responden dari kalangan pelajar SD, SMP dan SMA se Bali. Ketika ditanya kondisi selama belajar dirumah 36,9% responden mengaku biasa-biasa saja, 27% membosankan, 19,7% menyenangkan dan 15,8% mengaku membingkungan dan menegangkan. Terkait tindak kekerasan saat belajar dirumah 88,9% Responden mengaku tidak pernah mengalami, 7,7% mengaku kadang-kadang, 2,1% mengaku pernah dan hanya sebagian kecil 1,3% mengaku sering mengalami kekerasan. Sedangkan dilihat dari proses belajar rata-rata dari pukul 07.30-12.30 Wita sebagian besar 53,7% Responden mengaku dapat belajar dengan baik, 25,4% mengaku kadang-kadang karena disuruh bantu orang tua kerja, 20,6% mengaku tidak tentu karena tugas dari sekolah dikirim mendadak dan hanya 0,3% anak-anak mengaku tidak bisa belajar karena dipaksa kerja. Terkait wabah Covid-19, anak-anak sebagian besar mengaku sudah tahu bahaya dan penyebaran virus Corona yaitu 96.7% mengaku paham dan sekitar 90,4% mengaku tidak pernah ngumpul-ngumpul dengan teman-teman di lungkungan rumah.

Khusus belajar di rumah dengan system Daring, dari pertanyaan esay secara kualitatif sebagian besar kalangan Siswa mengeluhkan boros biaya kuota internet sementara orang tua tidak kerja dan berharap ada bantuan biaya kuota gartis dari pemerintah, selain itu Responden juga berharap tugas jangan terlalu banyak dan peran aktif guru dalam memberikan penjelasan mata pelajaran agar lebih menyenangkan. Dari sisi edukasi bahaya Covid -19 kalangan siswa pun sebagian besar mengaku dengan sadar menolak ajakan teman-teman dilingkungannya untuk keluyuran atau berkrumun dan mereka memilih diam dirumah, papar Anjas.

Sementara survey yang digelar oleh Komunitas Lubdaka Bali ada 7 pertanyaan yang lontarkan. Selama belajar dengan system Daring sebagian besar 43% Responden mengaku membosankan, 40% mengaku biasa-biasa saja, 13,3% mengaku menyenangkan dan sisanya menjawab tidak tahu. Ditanya saat mengikuti pelajaran melalui media Televisi 48,1% responden mengaku suka dan bisa menikmati, 38,5% tidak dan 13,3% menjawab tidak tahu dan sebagian besar Responden 77,8% mengaku lebih suka belajar disekolah seperti dulu hanya 16,3 % Responden mengaku lebih suka belajar dirumah dan sisanya 5,9% mengaku tidak tahu.

Pihak KPPAD dan Lubdaka Bali sama-sama mengaku survey hanya potret awal dalam melihat kondisi anak usia sekolah selama Pandemi Covid-19 dan kedepan ada langkah-langkah lajutan yang bisa dikembangkan oleh pemerintah daerah maupun kalangan peduli lainnya terutama menyangkut teknis kedaruratan maupun aspek psikologi anak-anak dan remaja di Bali. Made Nurbawa menambahkan, dari sisi sosial budaya diyakini dampak Pandemi Covid-19 akan berpengaruh nyata terhadap pola pikir dan pola hidup masyarakat seperti dalam hal matapencaharian dan lapangan kerja, pola konsumsi termasuk dari sisi adat dan keagamaan, tandasnya. (*)

NB – Kontak Narasumber :
1. Komisioner KPPAD Bali Ketut Anjasmara Hp/WA : 0819 9930 4388
2. Koordinator Komunitas Lubdaka Bali Partnership Made Nurbawa Hp/WA:  082144093855