metrobali

Denpasar (Metrobali.com)-

Pertarungan saling serang antar kontestan politik terjadi ranah media sosial, bukan di lapangan di arena kampanye nyata. Kampanye hitam dan saling hujat terjadi di media sosial, khususnya facebook. Tapi apa yang terjadi di media sosial sulit diganggu gugat.

“Karena pemain di sana itu sebagian ada yang identitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Tapi sebagian ada yang juga tidak bisa,” kata Komisioner Bawaslu Nelson Simanjuntak kepada detikcom, Rabu (2/4).

Badan Pengawas Pemilu pun menilai amat sulit melakukan pengawasan di media sosial. Bawaslu hanya bisa melakukan pemantauan saja.

“Sosmed itu memang susah kita kontrol,” jelas dia.

Hal senada dikatakan anggota Komisioner KPU Bali Wayan Jondra. Media sosial seperti Facebook memang sangat ampuh dalam mensosialisasikan jadwal dan kegiatan pemilu.

Selain itu, kata Jondra media sosial seperti Funpage Metro Bali Grup  membuka peluang kampanye terbuka antarpendukung parpol dan capresnya. ‘’Tapi sayang, sedikit sekali pengguna facebook mengkritisi calon legislatif di daerah, diskusinya masih seputra siapa capres yang diunggulkan pada Pilpres,’’ katanya.

Memang secara kuantitatif  dan kuantitatif members facebook belum menjadi jaminan keterlibatan masyarakat dalam pemilu. ‘’ Akan tetapi, paling tidak sosial media facebook Metro Bali Grup kini menjadi rujukan bagi para politisi dan pendukung parpol dan caleg tertentu,’’ kata Jondra.
Di twitter khususnya, saling ejek untuk menjatuhkan lawan politik menjadi hal yang biasa. Mulai dari urusan program dan janji-janji sampai mempersoalkan fasilitas dari sebuah partai. Tak heran kalau kemudian sejumlah partai juga memiliki tim kampanye di media sosial. SUT-MB