RTB Untuk Generasi Muda dan Anak Cucu Bali dan Indonesia
Oleh Leemarvin Lieano
(Direktur PT Tata Wahana Bali Internasional)
Denpasar (Metrobali.com)-
Uji publik analis mengenai dampak lingkungan (Amdal) Revitalisasi Teluk Benoa telah berlangsung secara terbuka dan demokratis. Diskusi di Gedung Wiswasaba beberapa waktu yang lalu di Perkantoran Gubernur Bali itu dimaksudkan untuk mendengar suara publik mengenai proyek yang bakal menentukan masa depan kemajuan pariwisata berdasarkan adat tradisi budaya Bali tersebut.
Sedikitnya 200 undangan dari berbagai kelompok perwakilan masyarakat hadir pada uji publik tersebut. Baik yang pro maupun kontra diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya. Itu menjadi masukan yang sangat berharga bagi pemrakarsa untuk betul-betul menjadikan Revitalisasi Teluk Benoa sesuai dengan harapan dan keinginan semua pihak.
TWBI sebagai pemrakarsa sudah melakukan berbagai upaya sosialisasi, namun ternyata masih dirasakan kurang. Melalui tulisan ini, kami sekali lagi bermaksud menjelaskan hal-hal yang selalu diangkat dalam berbagai pertemuan dan diskusi.
Yang pertama, terhadap kekhawatiran jika revitalisasi bakal merusak lingkungan, kami sampaikan bahwa para pakar dan konsultan ahli sudah menyampaikan solusinya. Bahwa revitalisasi berbasis reklamasi justeru akan memperbaiki lingkungan di Teluk Benoa. Ia akan memulihkan kondisi lingkungan yang terdegradasi akibat sedimentasi dan sampah di Teluk Benoa.
Revitalisasi Teluk Benoa juga menata perairan yang belum optimal menjadi lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat khususnya nelayan dan pengusaha water sport. Dengan pendalaman alur-alur air menjadi minimal 2,5 meter pada saat surut, maka akses melaut para nelayan menjadi tidak terganggu dan juga aktivitas water sport dapat berlangsung lebih lama, akibatnya penghasilan pun dapat meningkat dengan sendirinya. Sebelumnya para nelayan dan aktivitas water sport hanya berlangsung sekitar 4 jam per hari dikarenakan sendimentasi pada saat surut.
Dengan dilakukannya pendalaman alur maka akan menambah volume tampungan air di Teluk Benoa. Jadi, tidak perlu ada kekhawatiran mengenai kenaikan elevasi air atau banjir. Para ahli dan konsultan memastikan bahwa kenaikan elevasi air di Teluk Benoa setelah direklamasi tidak signifikan. Hanya berkisar sekitar 3 cm, itu pun dengan asumsi terjadi pada saat kondisi cuaca ekstrim, sehingga tidak akan mengakibatkan banjir.
Kedua, terhadap kekhawatiran reklamasi akan mengakibatkan kerentanan terhadap bencana gempa, kami ingin menyampaikan bahwa semuanya sudah diantisipasi. Pembangunan Pulau Reklamasi telah melalui kajian teknis dan akan dibangun sesuai spesifikasi dengan kualitas tinggi. Selain itu, kestabilan tanah di Teluk Benoa sangat baik, sehingga liquifaksi sangat kecil sekali. Disamping itu, nantinya bangunan di atasnya akan di-design agar dapat tahan gempa skala tinggi.
Memang benar Pulau Bali masuk kedalaman zona rawan gempa dan tsunami. Namun, berdasarkan kajian pemodelan Tsunami sebelum dan setelah reklamasi yang telah dilakukan oleh Abdul Muharri, PhD (2015) dihasilkan kajian yang memperkuat optimisme.
Menurut kajian itu, dengan adanya pulau-pulau reklamasi maka daya hantam tsunami menjadi lebih kecil karena tertahan oleh pulau-pulau tersebut. Apabila terjadi tsunami sebelum di reklamasi, maka kecepatan gelombang tsunami yang masuk ke dalam Tluk Benoa berkisar ± 26.647 m/dtk dan aat menghantam daratan akan bertransformasi menjadi energy kinetik yang memiliki daya rusak sangat besar. Setelah di reklamasi dengan membentuk 12 pulau maka kecepatan gelombang tsunami turun drastis menjadi 16 m/detik. Sehingga daya rusaknya sudah pasti akan berkurang banyak dan masyarakat lebih memiliki waktu untuk berlindung ke tempat evakuasi. Beberapa pulau akan di-design khusus agar dapat menjadi tempat evakuasi.
Ketiga, mengenai kekhawatiran terhadap hutan mangrove, justru Revitalisasi Teluk Benoa menjaga dan melestarikan Mangrove dengan cara membersihkan, menanam, memelihara, serta mengedukasi masyarakat sekitar agar peduli terhadap mangrove. Area pembangunan pulau reklamasi di luar batas area mangrove. Pendalaman alur antar Pulau Reklamasi dapat menjaga flushing sehingga kualitas air dan salinitas air tetap terjaga sehingga mangroves bisa hidup dan terjaga.
Keempat, terhadap tudingan bahwa proyek ini membuat pembangunan tidak berimbang dan menciptakan ribuan kamar, vila, akomodasi, hotel dan lain-lain. Pembangunan bertujuan untuk menciptakan Destinasi Wisata Baru yang berkelas dan bertaraf Internasional, yang mengedepankan kearifan lokal dan ramah lingkungan. Pada dasarnya, pengembangan Teluk Benoa tidak menargetkan hotel dan villa sebagai pasar lagi. Keberadaan jumlah kamar hotel akan hanya menjadi proporsi kecil karena sudah dicukupi oleh kawasan sekitar (menghidupkan hotel di sekitar Teluk Benoa).
Kelima, tudingan bahwa revitalisasi Teluk Benoa bakal seperti mimpi buruk Pulau Serangan juga terlalu berlebihan menurut kami. Dengan adanya pembangunan yang tidak terwujud seperti Pulau Serangan sebenarnya makin memberi pelajaran untuk TWBI agar berkomitmen penuh didalam pengembangannya mengutamakan Pengembangan yang berbasis Ekonomi Masyarakat, Lingkungan dan Sosial Budaya.
Dengan adanya contoh-contoh dimasa lalu, maka sudah menjadi kewajiban TWBI untuk menciptakan Pengembangan yang Berkelanjutan (Sustainable Development).
Terakhir, terhadap revitalisasi Teluk Benoa yang dianggap bakal membuat kebudayaan Bali akan hancur, kami menegaskan tidak benar sama sekali. Budaya Bali adalah mutlak untuk dipertahankan dan diterapkan di dalam setiap aspek pembangunan. Perusahaan akan membangun tempat ibadah terutama pura, membersihkan muara sungai ke teluk yanga dianggap suci dan sebagainya sebagai komitmen utk mengedepankan aspek religi dan budaya Bali. Selain itu revitalisasi juga bertujuan untuk membenahi masalah sedimentasi masif yang dipadukan dengan normalisasi sungai serta pelestarian hutan Mangrove seluas 1.375 Ha. Ini merupakan bukti bahwa kelestarian alam Bali merupakan komitmen utama dalam program ini. Disamping itu juga akan dibangun sekolah, universitas dan pusat pelatihan dan fasilitas lainnya agar sumber daya manusia dapat lebih ditingkatkan lagi sehingga pengangguran dapat lebih teratasi.
Masyarakat lokal tentunya akan menjadi bagian yang sangat penting karena program Revitalisasi pada akhirnya bertujuan untuk membangun kawasan Pariwisata yang berkelanjutan yang bernafaskan aspek budaya dan spiritualistas dengan penerapan filsafah Tri Hita Karana. Manfaat yang dapat dirasakan tidak hanya untuk masyarakat di sekitarnya namun diharapkan agar dapat bermanfaat bagi masyarakat Bali secara luas, terutama bagi generasi muda Bali yang akan berkontribusi langsung dan menikmati hasilnya. AW-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.