risma dan anak anak

Surabaya (Metrobali.com)-

“Saya senang bekerja daripada banyak ngomong. Dulu, saya tidak pernah mau ngomong tetapi dengan dampak yang dirasakan masyarakat, maka saya harus banyak ngomong,” ucap Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

Saat menghadiri HUT ke-77 LKBN Antara di Kantor Perum LKBN Antara Biro Jatim, di Surabaya (13/12), perempuan kelahiran Kediri tanggal 20 November 1961 itu mencontohkan upayanya saat ia bertemu dengan salah satu anak yang terkena kasus “trafficking”.

Ketika ditangkap pihak kepolisian anak yang terlibat prostitusi remaja itu masih kelas satu sekolah menengah atas (SMA).

“Akibatnya anak tersebut lantas menjadi objek saya. Saya banyak omong sama dia. Hal itu saya lakukan tidak hanya untuk memberinya semangat, tapi agar dia bangkit dari keterpurukan dan sekarang anak itu juara kelas lho,” ujarnya.

Bahkan, motivasi yang diberikan itu saat ini mendorong anak korban “trafficking” itu mampu meneruskan pendidikannya di bangku kuliah di salah satu universitas negeri ternama di Kota Pahlawan. Kini, dia sudah memasuki semester I.

“Kami yakin dengan banyak omong yang tepat sasaran, ternyata ada dampaknya. Di Surabaya sekarang, hampir tidak ada lagi anak usia sekolah yang merengek minta sepatu baru, telepon seluler, dan baju baru,” tuturnya.

Namun, kini setelah dirinya membuka “kelas khusus” untuk memotivasi para remaja di SMP/SMA/SMK se-Surabaya, maka mereka pun mau berkomitmen untuk mengembangkan potensi diri dan terus bersekolah mengingat 2015 sudah dimulai pasar bebas melalui Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Untuk mempersiapkan warga kota menghadapi MEA itu, perempuan yang menjabat sebagai Wali Kota Surabaya sejak tahun 2010 itu mengemukakan waktu 24 jam sehari dan tujuh hari dalam satu pekan terasa tidak cukup. Khususnya guna membekali masyarakat dalam menyambut MEA 2015.

“Padahal beberapa bulan terakhir saya selalu siap di mobil untuk berangkat bekerja pukul 05.00 WIB setiap harinya. Namun, rasanya waktu ini mepet sekali dan tahun 2015 mepet, sedangkan saya sepertinya belum menyiapkan apa-apa buat anak-anak di Surabaya,” tukasnya.

Akan tetapi, ketika ia mendapat undangan dari World Bank untuk menjadi pembicara justru ada survei dari Konsultan di Amerika Serikat bahwa Surabaya kalah sedikit dengan Tiongkok dan India. Walau dari sisi transportasi di Tiongkok itu bagus, Surabaya justru perlu bangga karena dalam aspek yang sama juga baik.

“Apalagi, berkat kerja keras seluruh masyarakat maka perjuangan mereka tidak sia-sia. Saya pernah ada tugas ke luar negeri, saat di sana warga asing tidak lagi bertanya apa dan dimana itu Surabaya tetapi memahami bahwa Surabaya itu Risma dan Risma itu Surabaya,” tuturnya.

Walau begitu, sebut dia, kondisi transportasi di Tiongkok sangat baik, bukan berarti di Negeri Tirai Bambu itu tidak ada demonstrasi dan kejahatan. Tapi, media massa di sana bisa mengemasnya dengan baik sehingga tetap banyak investor yang datang untuk menanamkan modalnya di negara tersebut.

“Sementara, yang kasihan anak-anak di Surabaya sekarang, karena mereka akan bersaing dengan dunia global. Bukan hanya Asean atau anak dari luar Pulau Jawa,” tandasnya sembari berharap media massa membantu kepentingan masa depan anak-anak Kota Pahlawan itu dengan mengemas pemberitaan yang baik pula.

Pihaknya berharap pemberitaan yang ada tidak akan membuat anak-anak sekarang yang menjadi embrio masyarakat Surabaya pada masa depan itu akan terpecah-belah begitu saja.

“Jangan sampai anak-anak kita jadi penonton, media punya tanggung jawab itu,” ucap wali kota perempuan pertama di Surabaya yang juga bertekad membangun 400 lapangan olah raga di sekolah itu.

Ya, kecintaan Risma pada anak-anak Surabaya itu mendorong pemilik akun Facebook Farida Hardaningrum mengunggah kisah mengagetkan Risma dengan anak penyandang tuna grahita bernama Umay, sehingga kisah berjudul ‘Pelukan Umay untuk Ibu Walikota’ itu pun ramai diperbincangkan pada Hari Ibu (22/12). AN-MB 

activate javascript