Ribuan Manusia Bali Dipasung karena Gangguan Jiwa, Semestinya Tuan- Puan Penguasa Lebih Berempati pada Mereka
Ilustrasi
Denpasar, (Metrobali.com)
Tuan-puan penguasa yang nyaris tidak punya empati kepada mereka yang “kalah” dan terpinggirkan. Data riset kesehatan dasar Kemenkes 2015 – 2018, Bali dengan gangguan jiwa tertinggi, 34 per 1000 penduduk, sedangkan rata-rata nasional 17.
“Secara statistik, angka gangguan jiwa di Bali, 2 kali lipat dari rata-rata nasional. Ribuan Manusia Bali Dipasung karena Gangguan Jiwa, Semestinya Tuan- Puan Penguasa Lebih Berempati pada Mereka. Tidak ada “emergency programe” untuk menanggulangi krisis kemanusiaan tersebut,” kata Jro Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali, ekonom, pengamat kebijakan publik, Sabtu 26 April 2025.
Dikatakan, penguasa barangkali menganggap, indikator krisis sosial ini bukan masalah. Sehingga begitu besar dana APBD Bali, Kabupaten, Kota, sebut saja untuk membangun Bale Banjar dan Bale Desa yang megah, yang hanya dipergunakan 6 bulan, 1 tahun sekali.
“Itupun menjadi tempat “mesandekan” tidak lebih dari setengah jam. Belum lagi pembangunan kantor-kantor MDA di setiap kabupaten dengan biaya milyaran rupiah,” katanya.
Dikatakan, publik mempertanyakan efektivitas MDA dalam melayani kepentingan publik. Yang lebih memperhatikan dan barangkali lucu, alokasi APBD Badung untuk memberikan sebut saja THR Galungan ke semua warga dengan KTP Badung yang beragama Hindu sebesar Rp.2 juta per KK dengan alasan pengendalian inflasi.
“Publik tahu, sangat banyak warga Badung sangat mampu secara ekonomi, yang semestinya tidak memerlukan “subsidi” dari negara untuk merayakan Galungan,” kata Jro Gde Sudibya.
Dikatakan, sudah waktunya tuan puan penguasa di Bali, lebih berbenah diri dalam: kepemimpinan, mengoreksi ulang politik anggaran daerah, lebih berempati kepada mereka yang tidak berpunya, yang berada di “titik kritis”antara hidup dan mati. Negara mesti hadir, menjalankan pasal 35 UUD 1945.
Menurutnya, opini publik mesti lebih dibentuk, untuk membela “wong cilik”, “preferential for the poor”, melalui kebijakan pembangunan yang lebih menetes ke bawah -trickle down effect -, tidak sebatas” akal-akalan”proyek.
Jurnalis : Nyoman Sutiawan