Longsor

Ilustrasi- Longsor
Kuta (Metrobali.com)-
Indonesia memiliki alat canggih sistem pendeteksi dini bencana longsor atau tanah bergerak berskala dunia. Alat tersebut merupakan karya anak bangsa dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Alat tersebut diberi nama Gajah Mada Early Warning System (GAMA-EWS).

Tidak lama lagi produk deteksi dini tanah longsor asal Indonesia akan dikenal dunia. Hal ini seiring dengan berkembangnya Indonesia mulai dari negara supermarket bencana alam, kemudian berubah menjadi laboratorium bencana alam dan saat ini naik kelas menjadi pusat pengetahuan kebencanaan dunia.

Saat ini, GAMA-EWS tengah diperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan dunia. Langkah awal perjuangan itu adalah dengan mempresentasikan kegunaan alat tersebut di hadapan 20 negara dalam Plenary Meeting International Organization for Standardization (ISO)/Tecnish Committe Penanggulangan Bencana yang dihadiri oleh 20 negara peserta di Kuta, Bali.

Rektor UGM, Prof Dwikorita Karnawati langsung mempresentasikan cara kerja alat tersebut. Menurut Dwikorita, pada awal presentasi, GAMA-EWS sempat diprotes peserta karena alat serupa telah diproduksi oleh Jerman.

“Tapi, setelah kita jelaskan jika alat yang di Jerman itu tidak layak digunakan di negara berkembang, maka para peserta akhirnya tidak protes. Mereka akhirnya sepakat jika keunggulan alat ini lebih tepat digunakan di negara berkembang seperti Indonesia,” jelas dia.

Setelah mendapat persetujuan dari seluruh negara peserta, Dwikorita optimistis tak lama lagi alat ini akan mendapatkan pengakuan dunia. Ia berharap Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk terus memperjuangkan GAMA-EWS ini mendapat izin ISO.

Jika sudah mendapat pengakuan ISO, Dwikorita percaya produksi alat ini akan dilakukan secara manufaktur, diproduksi dalam negeri dan produknya bisa mendunia.

Apalagi, sebentar lagi Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ia berharap alat tersebut segera mendapat pengakuan ISO agar tak timbul persoalan di kemudian hari.

Ia memaparkan keunggulan produk yang dibuat institusinya di kancah dunia. Menurut dia, produk ini melibatkan komunitas sosial masyarakat mulai dari Satgas Siaga Bencana, Taruna Siaga Bencana sampai dengan masyarakat umum. “Inilah keunggulan kita. Masyarakat tidak lagi menjadi obyek dalam penanggulangan bencana, tetapi menjadi subyek,” katanya.

“Masyarakat harus merasa memiliki alat tersebut. Selama ini masyarakat hanya menjadi penonton dan bahkan tidak paham dengan manfaat alat tersebut,” tambah dia. RED-MB