Foto: Anggota Komisi VI DPR RI Dapil Bali Gde Sumarjaya Linggih yang akrab disapa Demer.

Denpasar (Metrobali.com)-

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, belakangan ini menyoroti masalah yang muncul akibat lonjakan wisatawan asing di Bali. Ia menilai, jumlah wisatawan yang terus meningkat justru membawa berbagai dampak negatif, terutama karena banyak di antara mereka dianggap tidak berkualitas. Luhut mengungkapkan bahwa pemerintah tengah merencanakan regulasi baru untuk membatasi dan menyeleksi kedatangan wisatawan asing ke Pulau Dewata.

Namun, Gde Sumarjaya Linggih, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar dapil Bali yang akrab disapa Demer, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, bukan jumlah wisatawan yang menjadi masalah utama di Bali, melainkan ketimpangan distribusi wisatawan di pulau ini. Anggota Komisi VI DPR RI itu mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Singapura, jumlah wisatawan di Bali masih tergolong kecil.

“Kalau saya berpikir tentang Bali ini adalah tentang pemerataan. Kalau persoalan jumlah dari wisatawan sebenarnya masih sangat kecil dibandingkan dengan daerah lain, seperti Thailand, seperti Singapura, dan lain-lainnya. Namun yang menjadi persoalan di Bali ini adalah pemerataan dari wisatawan itu sendiri,” kata Anggota Komisi VI DPR RI itu belum lama ini.

Wakil rakyat yang sudah empat periode mengabdi di DPR RI memperjuangkan kepentingan rakyat Bali ini menyoroti bahwa infrastruktur di Bali, seperti bandara dan jalan raya, sering dianggap sudah mencapai kapasitas maksimal. Namun, persepsi ini, menurutnya, hanya berlaku untuk wilayah selatan Bali yang menjadi pusat pariwisata. Ia menekankan bahwa masih banyak daerah lain di Bali yang justru belum tersentuh oleh gelombang wisatawan, seperti Bali Timur dan Bali Utara, yang tingkat hunian hotelnya masih di bawah 50 persen.

“Kita lihat infrastruktur kita yang sering dibicarakan bahwa carrying capacity kita katanya sudah jenuh. Ya karena apa? Karena memang terpusatnya di selatan. Bukan berarti ini merupakan menjadi digenderalisasi bahwa seluruh Bali adalah jenuh,” kata wakil rakyat yang sangat konsern soal pariwisata Bali ini.

Demer kemudian mencontohkan di wilayah Bali Timur seperti Candidasa, Tulamben, dan Amed, serta di Bali Utara, seperti Tejakula dan Banjar, khususnya di Lovina, tingkat hunian masih sangat rendah, di bawah 50 persen. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Bali Barat. Oleh karena itu, Demer menekankan, jika pembatasan wisatawan diterapkan secara ketat, daerah-daerah yang tertinggal seperti Karangasem dan Buleleng justru akan semakin tertinggal.

“Jadi kalau bilang bahwa ini di filter lagi, bagaimana nanti yang di daerah-daerah tertinggal, seperti halnya di daerah Karangasem, di daerah Buleleng, justru akan semakin tertinggal,” tegas wakil rakyat berlatar belakang pengusaha sukses dan mantan Ketua Umum Kadin Bali ini.

Dengan adanya rencana pembatasan wisatawan, Demer khawatir daerah-daerah yang tertinggal seperti Karangasem dan Buleleng akan semakin terpuruk. Sebagai mantan pengusaha di Lovina, ia merasakan langsung dampak kurangnya kunjungan turis, yang menyebabkan para pengusaha di daerah tersebut harus menanggung beban biaya tambahan setiap bulan. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk lebih fokus pada pengembangan infrastruktur dan fasilitas di daerah-daerah yang masih minim.

“Jadi saya berharap sekarang ini pemerintah kalau mau meningkatkan pariwisata di Bali saya sangat setuju meningkatkan, namun yang diperbesar, yang diperbaiki, yang diperbanyak adalah fasilitas ataupun infrastruktur daripada Pulau Bali ini yang masih sangat minim,” kata Demer yang kembali terpilih di DPR RI untuk periode kelima ini.

Demer menekankan bahwa di Bali Utara, masih ada daerah yang kondisinya sepi yang hanya dilalui sepeda motor dalam waktu setengah hari. Ia menyebutkan bahwa pertumbuhan di Bali Utara dan Bali Timur sangat rendah dan perlu menjadi perhatian pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk lebih fokus meningkatkan pertumbuhan di daerah-daerah yang kurang berkembang tersebut. Di sisi lain, daerah selatan yang mengalami pertumbuhan pesat perlu dibatasi dan perlu ada upaya untuk meratakan distribusi pariwisata.

“Perlu kita tingkatkan sebagai kewajiban daripada pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan di daerah-daerah yang kurang pertumbuhannya. Sementara kalau yang terlalu cepat pertumbuhannya, seperti daerah selatan ini memang harus dibatesin, harus dibuat penyebarannya,” harap politisi Golkar asal Desa Tajun, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng itu.

Demer mengharapkan pemerintah lebih cermat dalam menyusun regulasi pariwisata yang tidak hanya membatasi jumlah turis, tetapi juga memperhatikan pemerataan dan peningkatan infrastruktur di seluruh Bali. Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan pariwisata Bali dapat lebih merata dan berkelanjutan, serta mengurangi masalah-masalah sosial yang muncul akibat ketimpangan pembangunan.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyoroti lonjakan wisatawan asing di Bali yang, menurutnya, justru memunculkan berbagai masalah di pulau tersebut. Ia menilai banyak dari wisatawan ini tidak memiliki kualitas yang diharapkan.

Luhut menjelaskan bahwa jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia telah meningkat pesat, mencapai sekitar 11,7 juta orang. Angka ini bahkan sudah melampaui level sebelum pandemi.

Namun, meskipun secara ekonomi tampak menjanjikan, peningkatan jumlah turis asing, seperti yang terjadi di Bali, justru menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat lokal. Masalah-masalah ini meliputi pengusiran warga dari wilayahnya sendiri, hilangnya lapangan kerja, hingga kerusakan lingkungan.

Purnawirawan TNI tersebut menegaskan bahwa pemerintah bertekad untuk mempertahankan Bali sebagai “pulau surga.” Ia menyatakan bahwa apa yang terjadi di Bali akan dievaluasi secara ketat oleh pemerintah.

Luhut juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengadakan beberapa rapat di Jakarta untuk mengevaluasi pariwisata Bali. Dalam waktu dekat, pemerintah berencana memberlakukan regulasi baru yang akan menyeleksi dan membatasi jumlah wisatawan asing di Bali. (wid)